FIQIH MUAMALAH
(studi analisis materi mata pelajaran fikih MA kelas X
semester genap kurikulum 2013)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Materi fiqih di MTs-MA”
Disusun
oleh:
Kelompok
8
Ahmad Khoirun Nasir (210315137)
Lutfa Nihayati (210315123)
Anita Kusumawati (210315112)
PAI.D/ semester V
Dosen Pengampu :
Arif Wibowo, M.Pd.I
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
DESEMBER 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat dan rahmat yang dilimpahkan-Nya
sehingga penyusun memperoleh kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini
dalam mata kuliah Studi Materi Fiqih di MTs-MA, yang berjudul “Fiqih muamalah.”
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan makalah ini kurang sempurna, namun berkat rahmat dan izin dari tuhan
Yang Maha Esa serta bantuan dari semua pihak, makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati serta melalui kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan pada makalah-makalah selanjutnya.
Demikianlah makalah ini penyusun buat
dengan harapan dapat menjadi acuan untuk proses belajar mengajar di perguruan
tinggi dan semoga makalah ini juga bermanfaat bagi para pembaca.
Ponorogo,
20 Desember 2017
Kelompok 8 / PAI.D
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah
makhluk sosial yang berkodrat hidup dalam bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial
dalam hidupnya manusia memerlukan manusia-manusia lain yang bersma-sama hidup
bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak,
untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidup.
Untuk itu perlu
kita ketahui juga bahwasanya dalam islam segala hal yang berkaitan dengan
manusia semuanya sudah diatur secara jelas. Aturan tersebut salah satunya yakni
terdapat dalam kajian tentang fiqih muamalah yang mana didalamanya mencakup
seluruh aturan sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian,
sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya kebutuhan-kebutuhan
hidup.
Para ulama
mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in dan yang setelah mereka tidak
terhenti-hentinya mempelajari semua fenomena dan permasalahan manusia atas
dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya. Yang bertujuan untuk menjelaskan dan
menjawab hukum-hukum permasalahan tersebut supaya dapat dimanfaatkan pada
masa-masanya dan setelahnya.
Dengan demikan,
dalam islam segala hal yang berkaitan dengan manusia semuanya sudah diatur
secara jelas dan terperinci, maka pemakalah akan membahas dan memaparkan
tentang ‘’fikih muamalah’’.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kepemilikan dan
akad?
2. Bagaimana konsep perekonomian dalam
Islam?
3. Apa yang dimaksud wakaf, hibah, shadaqah dan hadiah?
4. Apa yang dimaksud wakalah dan sulhu?
5. Apa yang dimaksud dengan riba, bank,
dan asuransi?
6. Metode apa yang sesuai untuk mengajarkan materi
tersebut?
7. Buatlah analisis materi yang sesuai
dengan pembahasan di atas!
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui materi kepemilikan
dan akad.
2. Untuk mengetahui materi perekonomian
dalam Islam.
3. Untuk mengetahui materi wakaf,
hibah, shadaqah, dan hadiah.
4. Untuk mengetahui materi wakalah dan
sulhu.
5. Untuk mengetahui materi riba, bank,
dan asuransi.
6. Untuk mengetahui metode yang sesuai
dengan materi.
7. Untuk mengetahui analisis materi.
Peta Konsep
FIQIH
|
Ibadah mahdhah
|
Ibadah ghoiru mahdhah
|
Ubudiyah
( ibadah)
|
Ahwal al-sakhsiyah (keluarga)
|
Muamalah (masyarakat)
|
Siyasah
( Negara)
|
Kepemilikan dan Akad
|
Perekonomian Islam
|
Wakaf, Hibah, Shadaqah, dan Hadiah
|
Wakalah dan Sulhu
|
Riba, Bank dan Asuransi
|
Kompetensi Inti:
KI-1: Menghayati
dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI-2:
Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerja sama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan
KI-3:
Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah
KI-4:
Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
Kompetensi
Dasar:
1.
1.1 Meyakini kebenaran syariat Islam tentang kepemilikan
2.1 Memiliki rasa tanggung jawab sebagai
impelementasi dari pemahaman tentang ketentuan kepemilikan dan akad
3.1 Memahami aturan Islam tentang kepemilikan
4.1 Mempresentasikan aturan Islam tentang
kepemilikan dan akad
2.
1.2 Meyakini kebenaran syariat Islam tentang perekonomian
2.2 Membiasakan bekerja sama dalam
perekonomian Islam
3.2 Menelaah aturan Islam tentang
perekonomian Islam
4.2 Mensimulasikan cara jual beli, khiyar, musaqah, muzara’ah,
mukhabarah, syirkah, murabahah, mudarabah, dan salam
3.
1.3 Menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam
ibadah wakaf, hibah, sedekah dan hadiah
2.3 Membiasakan sikap peduli sebagai
implementasi dari pemahaman tentang wakaf, hibah, sedekah, dan hadiah
3.3 Memahami ketentuan Islam tentang wakaf,
hibah, sedekah dan hadiah
4.3 Mempraktikkan cara pelaksanaan wakaf,
hibah, sedekah, dan hadiah
4. 1.4 Menghayati hikmah dari perintah Allah
tentang wakalah dan sulhu
2.4 Menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai
implementasi dari pemahaman tentang wakalah dan sulhu
3.4 Memahami ketentuan Islam tentang wakalah
dan sulh
4.4 Mempresentasikan ketentuan wakalah dan
sulhu
5. 1.5 Meyakini adanya hikmah dari larangan
praktik ribawi
2.5 Menunjukan sikap penolakan terhadap segala
praktik ribawi dalam kehidupan
3.5 Menganalisis hukum riba, bank, dan
asuransi
4.5 Menunjukkan contoh tentang praktik ribawi
Indikator Pencapaian:
1. a. Siswa dapat menjelaskan aturan Islam
tentang kepemilikan
b. Siswa
dapat menjelaskan aturan Islam tentang kepemilikan dan akad
2. a. Siswa dapat menjelaskan aturan Islam
tentang perekonomian Islam
b. Siswa
dapat mempraktikkan cara jual beli yang benar
c. Siswa
dapat mempraktikkan khiyar
d. Siswa
dapat mempraktikkan musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah
e. Siswa
dapat mempraktikkan syirkah
f. Siswa
dapat mempraktikkan murahabah
g. Siswa
dapat mempraktikkan mudharabah
h. Siswa
dapat mempraktikkan salam
3. a. Siswa dapat menjelaskan bagian-bagian
dari pelepasan dan perubahan harta
b. Siswa
dapat menjelaskan tata cara hibah, shadaqah, hadiah, dan wakaf
c. Siswa
dapat mempraktikkan tata hibah, shadaqah, hadiah, dan wakaf
4. a. Siswa dapat menjelaskan pengertian dan
dasar wakalah
b. Siswa
dapat mengidetifikasi syarat, rukun, batasan waktu wakalah
c. Siswa
dapat menunjukkan hikmah wakalah
d. Siswa
dapat menjelaskan pengertian dan dasar sulhu
e. Siswa
dapat mengidetifikasi syarat, rukun, macam-macam sulhu
f. Siswa
dapat menunjukkan hikmah sulhu
5. a. Siswa dapat menganalisis pengertian dan
hukum riba, bank, dan asuransi
b. Siswa
dapat menunjukkan beberapa contoh tentang praktik riba dalam masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEPEMILIKAN
DAN AKAD
1. Kepemilikan
a.
Pengertian
Kepemilikan adalah suatu harta atau barang yang
secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan
untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.[1]
b.
Sebab-sebab kepemilikan
1)
Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah
(Ihrazul Mubahat).
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam bebas, air hujan dan lain-lain.
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam bebas, air hujan dan lain-lain.
2)
Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil
Uqud), contohnya: lewat jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau
pemberian dan lain-lain.
3)
Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil
Khalafiyah), contohnya: mendapat bagian harta pusaka dari orang tua,
mendapat barang dari wasiat ahli waris.
4)
Harta atau barang yang didapat dari perkembangbiakan
( minal mamluk).
Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan lain-lain.[2]
Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan lain-lain.[2]
c.
Macam-macam kepemilikan
1)
Kepemilikan penuh, yaitu penguasaan dan pemanfaatan
terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara
hukum.
2)
Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang
terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
3)
Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang
terhadap benda atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan
secara hukum untuk menguasai harta itu.
d.
Ihrazul mubahad dan khalafiyah
1)
Pengertian ihrazul mubahad adalah bolehnya seseorang
memiliki harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau
kelompok).
2)
Syarat-syarat ihrazul mubahad
a)
Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang
memilikinya.
b)
Benda atau harta yang ditemukan itu memang
dimaksudkan untuk dimilikinya.
Contohnya
: burung yang menyasar dan masuk ke rumah.
3)
Pengertian khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat
yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
e. Ihyaul mawat
1)
Ihyaul mawat ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum ada
pemiliknya.
2)
Syarat membuka lahan baru
a) Tanah yang dibuka itu
cukup hanya untuk keperluannya saja, apabila lebih orang lain boleh mengambil
sisanya.
b) Ada kesanggupan dan
cukup alat untuk meneruskannya, bukan semata-mata sekedar untuk menguasai
tanahnya saja.[3]
f.
Hikmah kepemilikan
1) Terciptanya rasa aman
dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Terlindunginya hak-hak
individu secara baik.
3) Menumbuhkan sikap
kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
4) Timbulnya rasa
kepedulian sosial yang semakin tinggi.
2. Akad
a. Pengertian
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan,
sedangkan menurut istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara
seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk
pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya: akad jual beli, akad sewa menyewa, akad
pernikahan.[4]
b. Dasar hukum
dilakukannya akad
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& Ïqà)ãèø9$$Î/
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. (Al-Maidah:1)
Berdasarkan
ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau akad itu
hukumnya wajib.
c. Rukun akad
1) Dua orang atau lebih
yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain
2) Sighat (Ijab dan
Qabul).
d. Syarat akad
1) Syarat orang yang
bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang yang dibenarkan
secara hukum untuk melakukan akad.
2) Syarat barang yang
diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan
akad dan barang itu diketahui keberadaannya
3) Syarat sighat:
dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang bersambung, ijab
dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.[6]
e. Macam-macam akad
1) Akad lisan, yaitu akad
yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
2) Akad tulisan, yaitu
akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada kertas bersegel
atau akad yang melalui akta notaris.
3) Akad perantara utusan
(wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan atau wakil kepada
orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandat.
4) Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode
tertentu.
f.
Hikmah akad
1) Munculnya pertanggung
jawaban moral dan material.
2) Timbulnya rasa
ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
3) Terhindarnya
perselisihan dari kedua belah pihak.
4) Terhindar dari pemilikan
harta secara tidak sah.
5) Status kepemilikan
terhadap harta menjadi jelas.
B. PEREKONOMIAN
DALAM ISLAM
1.
Jual Beli
a. Pengertian
Jual beli secara bahasa yaitu tukar menukar
sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut istilah jual beli adalah suatu
transaksi tukar menukar barang atau harta yang mengakibatkan pemindahan hak
milik sesuai dengan syarat dan rukun tertentu.[8]
b. Dasar hukum
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Artinya:
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-Baqarah:177)
c. Syarat jual
beli
1) Syarat
barang yang diperjual belikan
a) Barang itu
suci
b) Barang itu
bermanfaat
c) Barang itu
milik sendiri atau milik orang lainyang telah mewakilkan untuk menjualnya
d) Barang itu
dapat diserah terimakan kepemilikannya
e) Barang itu
dapat diketahui jenis, ukuran, sifat, dan kadarnya
2) Syarat
penjual dan pembeli
a) Berakal
sehat
b) Atas kemauan
sendiri
c) Baligh
d) Keadaan
penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena keadaan
mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada tanggung jawab
walinya.[9]
d. Rukun jual
beli
1) Ada penjual
2) Ada pembeli
3) Ada barang
4) Ada barang
atau alat yang digunakan sebagai penukar barang
5) Ada lafadz
ijab dan qabul
e. Jual beli
yang dilarang
1) Jual beli yang sah
tapi terlarang, antara lain:
a) Jual beli yang
harganya di atas/di bawah harga pasar dengan cara menghadang penjual sebelum
tiba dipasar.
b)
Membeli barang yang sudah dibeli
atau dalam proses tawaran orang lain.
c)
Jual beli barang untuk ditimbun
supaya dapat dijual dengan harga mahal di kemudian hari,
padahal masyarakat membutuhkannya saat itu.
d)
Jual beli untuk alat maksiat.
e)
Jual beli dengan cara menipu
2) Jual beli
yang terlarang dan tidak sah, yaitu:
a)
Jual beli sperma binatang
b)
Menjual anak ternak yang masih dalam
kandungan induknya.
c)
Menjual belikan barang yang baru
dibeli sebelum diserah terimakan kepada pembelinya
d)
Menjual buah-buahan yang belum nyata
buahnya
2.
Khiyar
a. Pengertian
Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik,
sedangkan menurut istilah khiyar ialah : memilih antara melangsungkan akad jual
beli atau membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang dari pihak penjual
dan pembeli.[11]
b. Jenis- jenis khiyar
1) Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau
membatalkan akad jual beli sebelum keduanya berpisah dari tempat akad.
2) Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual
beli, artinya si pembeli atau si penjual boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan
jual belinya selama persyaratan itu belum dibatalkan setelah mempertimbangkan
dalam dua atau tiga hari.
3) Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya
bilamana terdapat bukti cacat pada barang.[12]
3.
Musaaqah, muzaara’ah dan mukhaabarah
a. Musaaqah
1) Pengertian
Musaqah merupakan kerja sama antara
pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara
dan merawat kebun atau
tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu
disebutkan dalam aqad.[13]
2) Rukun musaaqah
a) Pemilik dan
penggarap kebun.
b) Pekerjaan
dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
c) Hasil yang
diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya.
b. Muzaara’ah dan
mukhaarabah
1) Pengertian
muzaara’ah
Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan
benihnya dari penggarap.
2) Pengertian
mukhaarabah
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan
benihnya dari yang punya tanah.
3) Rukun
muzaara’ah dan mukhaarabah
a)
Pemilik dan penggarap sawah
b)
Sawah atau ladang
c)
Jenis pekerjaan yang harus dilakukan
d)
Kesepakatan dalam pembagian hasil
4.
Syirkah
a.
Pengertian
Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan,
kerjasama atau bersamasama. Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam
bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa untuk
mendapatkan keuntungan.[16]
b.
Macam-macam syirkah
1)
Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan), Syirkah amlak ini terwujud
karena wasiat atau kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu aset oleh dua
orang atau lebih.
2) Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan), Syirkah uqud ini
terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syirkah modal untuk usaha, keuntungan dan
kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat macam :
a)
Syirkah inan (harta)
Syirkah
harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah
modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan.
b)
Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah ’abdan)
Syirkah a’mal
adalah suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang
jasa atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan.
c)
Syirkah Muwafadah
Syirkah
Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat kesamaan
modal, kerja, tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang didapat.
d)
Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian)
Syirkah
wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik
serta ahli dalam bisnis.[17]
c. Rukun dan syarat
syirkah
1) Anggota yang
berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan
baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok
perjanjian.
2) Pokok-pokok perjanjian
syaratnya :
a)
Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
b)
Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.
c)
Yang disyarikatkerjakan (obyeknya) tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
5. Murabahah dan mudlarabah
a. Pengertian murahabah
Murabahah adalah transaksi penjualan
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.[19]
b. Syarat
murahabah
1) Pihak penjual
harus memberi tahu harga asal kepada nasabah
2) Kontrak pertama
(jual beli dengan pihak ketiga) harus sah
3) Kontrak harus
bebas dari riba
4) Pihak penjual
harus menjelaskan semua cacat yang terjadi setelah pembelian
c. Rukun murahabah
1) Penjual
2) Pembeli
3) Barang yang
diperjualbelikan
4) Harga
5) Ijab dan qabul
d. Pengertian mudlarabah
Mudharabah adalah suatu bentuk
kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal
menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan
dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian akan
ditanggung oleh si pemilik modal.
e. Rukun
mudlarabah
1) Adanya pemilik modal
dan mudlorib
2) Adanya modal, kerja
dan keuntungan
3) Adanya sighot yaitu
Ijab dan Qobul[21]
f.
Macam-macam Mudlarabah
1) Mudlarabah
mutlaqah
Dimana
pemilik modal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk mempergunakan
dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola
tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek
kebiasaan usaha normal yang sehat.
2) Mudlarabah
muqayyadah
Dimana
pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan
dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.[22]
6. Salam
a. Pengertian
salam
Salam adalah Pembelian barang yang
pembayarannya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian
hari.[23]
b. Rukun dan
syarat jual beli salam
Dalam
jual beli salam, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Pembeli (muslam)
2) Penjual (muslam
ilaih)
3) Modal / uang (ra’sul
maal)
4) Barang (muslam fiih).
Barang yang menjadi obyek transaksi harus telah terspesifikasi secara jelas dan
dapat diakui sebagai hutang. Sedangkan syarat yang harus dipenuhi sebagai
berikut:
a)
Pembayaran dilakukan di muka (kontan).
b)
Dilakukan pada barang-barang yang memiliki kriteria
jelas.
c)
Penyebutan kriteria barang dilakukan saat akad
dilangsungkan.
d)
Penentuan tempo penyerahan barang pesanan.
e)
Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo.
f)
Barang pesanan adalah barang yang pengadaannya
dijamin pengusaha.[24]
C.
WAKAF, HIBAH, SHADAQAH DAN HADIAH
1.
Wakaf
a. Pengertian Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti “menahan” sedangkan
menurut istilah wakaf yaitu memberikan suatu benda atau harta yang dapat
diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan
Allah Swt.[25]
b. Hukum Wakaf
Hukum
wakaf adalah sunah, hal ini didasarkan pada Al-Qur’an.
Firman
Allah Swt
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4
$tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ ÇÒËÈ
Artinya:
“kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Ali- Imran: 92)
c. Rukun Wakaf
1) Orang yang memberikan
wakaf.
2) Orang yang menerima
wakaf.
3) Barang yang yang
diwakafkan.
4) Ikrar penyerahan
(akad).[26]
d. Syarat-syarat Wakaf
1) Orang yang memberikan
wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasar kehendaknya sendiri.
2) Orang yang menerima
wakaf jelas, baik berupa organisasi atau perorangan.
3) Barang yang diwakafkan
berwujud nyata pada saat diserahkan.
4) Jelas ikrarnya dan
penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte notaris sehingga jelas dan tidak
akan menimbulkan masalah dari pihak keluarga yang memberikan wakaf.
e. Macam-macam Wakaf
1) Waqaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan
bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atau tidak.
Misalnya wakaf yang diberikan kepada seorang tokoh masyarakat atau orang yang
dihormati.
2) Waqaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan
bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok Pesantren dan
Madrasah.[27]
f.
Hikmah wakaf
1) Menanamkan sifat zuhud
dan melatih menolong kepentingan orang lain.
2) Menghidupkan
lembaga-lembaga sosial maupun keagamaan demi syi’ar Islam dan keunggulan kaum
muslimin.
3) Memotivasi umat Islam
untuk berlomba-lomba dalam beramal karena pahala wakaf akan terus mengalir
sekalipun pemberi wakaf telah meninggal dunia.
4) Menyadarkan umat bahwa
harta yang dimiliki itu ada fungsi sosial yang harus dikeluarkan.
2.
Hibah
a. Pengertian hibah
Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain
diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda
kasih sayang.[28]
b. Hukum hibah
tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm Írs 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$#
Artinya:
“Dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya”. (Al-Baqarah: 177)
Memberikan Sesuatu kepada orang lain, asal barang
atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah
Swt. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
c. Rukun dan syarat hibah
1) Pemberi Hibah
Syarat-syarat
pemberi hibah adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri,
dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.
2) Penerima Hibah
Syarat-syarat
penerima hibah, di antaranya: Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada
waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar
perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan
hibah kepadanya.
3) Barang yang dihibahkan
Syarat-syarat
barang yang dihibahkan, di antaranya: jelas terlihat wujudnya, barang yang
dihibahkan memiliki nilai atau harga, betu-betul milik pemberi hibah dan dapat
dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima
hibah.
4) Akad (Ijab dan
Qabul)[29]
d. Macam-macam Hibah
1)
Hibah barang adalah memberikan harta atau barang
kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang
tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun.
2)
Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak
lain agar
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah.[30]
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah.[30]
e. Hikmah hibah
1) Menumbuhkan rasa kasih
sayang kepada sesama
2) Menumbuhkan sikap
saling tolong menolong
3) Dapat mempererat tali
silaturahmi
4) Menghindarkan diri
dari berbagai malapetaka.
3.
Shadaqah dan hadiah
a. Pengertian shadaqah
dan hadiah
Shadaqah adalah akad pemberian harta
milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan
harapan mendapat ridla Allah Swt. Sementara hadiah adalah akad pemberian harta milik
seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai penghormatan atas suatu prestasi.[31]
b. Hukum shadaqah
dan hadiah
Hukum shadaqah adalah sunah sedangkan hukum hadiah adalah mubah.
c. Rukun shadaqah
dan hadiah
1)
Pemberi shadaqah atau hadiah.
2)
Penerima shadaqah atau hadiah.
3)
Ijab dan Qabul artinya pemberi menyatakan memberikan, penerima menyatakan
suka.
4)
Barang atau Benda (yang
dishadaqahkan/dihadiahkan).
d. Syarat shadaqah
dan hadiah
1)
Orang yang memberikan shadaqah atau
hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain.
2)
Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya
yang terlantar.
3)
Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi
shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
e. Hikmah shadaqah dan
hadiah
1) Hikmah Shadaqah
a)
Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
b)
Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c)
Akan dicintai Allah Swt.
2) Hikmah Hadiah
a)
Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
b)
Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.
D.
WAKALAH DAN SULHU
1.
Wakalah
a. Pengertian wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya
mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan
atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas
waktu yang ditentukan.[33]
b. Dasar hukum
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi
haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerjaan yang haram atau dilarang oleh
agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus mewakilkan dalam pekerjaan yang
dibolehkan oleh agama. Allah Swt Berfirman:
(#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYÏyJø9$#
Artinya:
“Maka suruhlah salah
seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”. (QS. Al-Kahfi : 19)
Ayat
tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain.
c. Rukun dan
syarat wakalah
1)
Orang yang mewakilkan / yang memberi kuasa. Syaratnya:
Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.
2)
Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa. Syaratnya:
Baligh dan Berakal sehat.
3)
Masalah / Urusan yang dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat
dikuasakan.
d. Habisnya akad
wakalah
1)
Salah satu pihak meninggal dunia
2)
Jika salah satu pihak menjadi gila
3)
Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang
diberi wewenang.
4)
Pemberi kuasa keluar dari status
kepemilikannya.
e. Hikmah wakalah
1) Dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan
dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya.
2) Saling tolong menolong
di antara sesama manusia.
3) Timbulnya saling
percaya mempercayai di antara sesama manusia.
2.
Sulhu
a. Pengertian
sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut
istilah yaitu perjanjian perdamaian di antara dua pihak yang berselisih.[35]
b. Dasar hukum
Hukum
sulhu adalah wajib sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau perintah Allah SWT.
Allah berfirman dalam kitabnya:
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷uqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
Artinya:
“orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.” (Al- Hujurat:
10)
c. Rukun dan syarat sulhu
1) Mereka yang
sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
2) Tidak ada
paksaan.
3) Masalah-masalah
yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Macam-macam
sulhu
1) Perdamaian antar
sesama muslim.
2) Perdamaian antar
muslim dengan non muslim.
3) Perdamaian antar Imam
dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam).
4) Perdamaian antara
suami istri.
5) Perdamaian dalam
urusan muamalah dan lain-lain.[37]
e. Hikmah sulhu
1)
Dapat menyelesaikan perselisihan dengan
sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan pihak lain.
2)
Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama
manusia.
3)
Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan
perselisihan di antara sesama.
4)
Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk
mewujudkan keadilan.
E.
RIBA, BANK DAN ASURANSI
1. Riba
a. Pengertian riba
Riba yang berasal dari bahasa arab,
artinya tambahan (ziyadah/addition, Inggris),
yang berarti: tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. Sementara menurut istilah riba adalah
pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam
secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam.[38]
b. Hukum riba
Dasar hukum melakukan riba adalah haram. Allah Swt berfirman:
$yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Artinya:
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-Baqarah: 275)
c. Macam-macam
riba
Para
ulama Fikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:
1)
Riba Fadl
Riba
fadl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama
jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang
menukarnya, atau jual beli yang mengandung unsur riba pada barang yang sejenis
dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut.
2)
Riba Nasi’ah
Riba
nasi’ah yaitu mengambil keuntungan dari pinjam meminjam atau tukar-menukar
barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena adanya keterlambatan waktu
pembayaran.
3)
Riba Qardi
Riba
qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan
dari orang yang meminjam.
4)
Riba yad
Riba
yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli dimana sebelum terjadi serah
terima barang antara penjual dan pembeli sudah berpisah.[39]
d. Hikmah diharamkannya
riba
1) Menghindari tipu daya
di antara sesama manusia.
2) Melindungi harta
sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.
3) Memotivasi orang
muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari penipuan,
jauh dari apa saja yang dapat menimbulkan kesulitan dan kemarahan di antara
kaum muslimin.
4) Menjauhkan orang
muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan karena pemakan riba adalah
orang yang zalim dan akibat kezaliman adalah kesusahan.
5) Membuka pintu-pintu
kebaikan di depan orang muslim agar ia mencari bekal untuk akhirat.
6) Rajin mensyukuri
nikmat Allah Swt dengan cara memanfaatkan untuk kebaikan serta tidak
menyia-nyiakan nikmat tersebut.
7) Melakukan praktik jual
beli dan utang piutang secara baik menurut Islam.
2. Bank
a.
Pengertian bank
Kata bank berasal dari bahasa
Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.[40]
b.
Hukum bank
1) Kelompok yang
mengharamkan.
Ulama
yang mengharamkan riba di antaranya adalah Abu Zahra (guru besar
Fakultas Hukum, Kairo, Mesir), Abu A’la al-Maududi (ulama Pakistan), dan
Muhammad Abdullah al-A’rabi (Kairo). Mereka berpendapat bahwa hukum bank adalah
haram, sehingga kaum Muslimin dilarang mengadakan hubungan dengan bank yang
memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa.
2) Kelompok yang tidak
mengharamkan.
Ulama
yang tidak mengharamkan di antaranya adalah Syekh Muhammad Syaltut dan
A.Hassan. Mereka mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan
bank bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Bunga bank di Indonesia tidak
bersifat ganda.
3) Kelompok yang
menganggap syubhat (samar)
Bank
merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam Islam karena bank
merupakan sebuah produk baru yang tidak ada nasnya. Hal-hal yang belum ada nas
dan masih diragukan ini yang dimaksud dengan barang syubhat (samar). Karena
untuk kepentingan umum atau
manfaat sosial yang sangat berarti bagi umat, maka berdasarkan kaidah usul (maslahah mursalah), bank masih tetap digunakan dan dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk bank pemerintah (non-swasta), dan tidak berlaku untuk bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada bank swasta sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.[41]
manfaat sosial yang sangat berarti bagi umat, maka berdasarkan kaidah usul (maslahah mursalah), bank masih tetap digunakan dan dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk bank pemerintah (non-swasta), dan tidak berlaku untuk bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada bank swasta sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.[41]
c.
Macam-macam bank
1) Bank konvensional
(dengan sistem bunga)
Bank
dengan sistem bunga (konvensional) ada dua jenis, yaitu:
a)
Bank umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
b)
Bank perkreditan rakyat, adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
2) Bank syariah (bank
dengan prinsip bagi hasil)
Bank
syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas
dasar prinsip syariah.[42]
3. Asuransi
a.
Pengertian
Secara
umum kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Insurance” yang
artinya “ jaminan”. Sedangkan menurut istilah ialah perjanjian pertanggungan
bersama antara dua orang atau lebih. Pihak yang satu akan menerima pembayaran
tertentu bila terjadi suatu musibah, sedangkan pihak yang lain (termasuk yang
terkena musibah) membayar iuran yang telah ditentukan waktu dan jumlahnya.[43]
b.
Hukum asuransi
Ada
beberapa status hukum tentang asuransi,yaitu:
1)
Haram
Pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf Qaradhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i. Alasan-alasan yg mereka kemukakan:
Pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf Qaradhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i. Alasan-alasan yg mereka kemukakan:
a) Asuransi sama dengan
judi.
b) Asuransi mengandung
ungur-unsur tidak pasti.
c) Asuransi mengandung
unsur riba/renten.
d) Asuransi mengandung
unsur pemerasan karena pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran
preminya akan hilang premi yg sudah dibayar atau dikurangi.
e) Premi-premi yg sudah
dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f) Asuransi termasuk jual
beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
2)
Boleh .
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa, Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan Abdul Rahman Isa . Mereka beralasan:
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa, Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan Abdul Rahman Isa . Mereka beralasan:
a) Tidak ada nash yang
melarang asuransi.
b) Ada kesepakatan dan
kerelaan kedua belah pihak.
c) Saling menguntungkan
kedua belah pihak.
d) Asuransi dapat
menanggulangi kepentingan umum sebab premipremi yang terkumpul dapat diinvestasikan
untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e) Asuransi termasuk akad
mudharabah
f) Asuransi termasuk
koperasi.
g) Asuransi dianalogikan
dengan sistem pensiun seperti Taspen.
3)
Subhat
Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan halal atau haramnya asuransi tersebut. Pada dasarnya, dalam prinsip syariah hukum-hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat terbuka, artinya Allah Swt. dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an maupun Hadis tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam hukum Islam memuat substansi perasuransian secara Islami sebagai dasar operasional asuransi syariah.[44]
Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan halal atau haramnya asuransi tersebut. Pada dasarnya, dalam prinsip syariah hukum-hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat terbuka, artinya Allah Swt. dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an maupun Hadis tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam hukum Islam memuat substansi perasuransian secara Islami sebagai dasar operasional asuransi syariah.[44]
c.
Perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syari’ah
1. Asuransi
Konvensioal
Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi
konvensional, di antaranya adalah:
a) Akad
asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang
yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah
diberikannya.
b) Akad
asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak
penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad
tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
2.
Asuransi Syariah
a)
Asuransi syariah
dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling
menjamin, tidak berorientasi bisnis atau keuntungan materi semata.
b)
Asuransi syariat tidak
bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
F. PENDEKATAN,
METODE, STRATEGI
Dalam pembelajaran fikih kelas X semester II
ini, penulis memilih strategi pembelajaran kooperatif yaitu rangkaian kegiatan
belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Strategi ini menggunakan beberapa metode
yang relevan, diantaranya:
1. Metode
diskusi
Di sini siswa dituntut untuk dapat memahami suatu materi dengan cara
berdiskusi.
2. Metode
resitasi atau tugas
Siswa membuat suatu kelompok belajar, kemudian mereka diberi tugas guna
menggali kemampuan, kekompakan, dan pemahaman siswa akan tugas yang diberikan.
G. ANALISIS
MATERI
Materi fikih kelas X semester II ini, sudah
sesuai dengan KI, KD, dan juga indikator yang tertera dalam KMA Nomor 165 Tahun
2014.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Kepemilikan
adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat
dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan
penguasaannya kepada orang lain. Sedangkan akad adalah transaksi atau
kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang
menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan.
2. Perekonomian
dalam Islam seperti jual beli merupakan syari’at Allah Swt bagi manusia untuk
dapat memiliki sesuatu atau benda dengan jalan yang benar. Disyari’atkan
berbagai akad dalam perekonomian, seperti musaaqah, muzara’ah, mukhabarah, dan
syirkah agar antara manusia saling bekerja sama mencari keuntungan dalam
berniaga, saling membantu antara satu dengan yang lainnya.
3. Wakaf adalah
perbuatan hukum seorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadah sesuai dengan ajaran Islam. Para ulama sepakat bahwa harta
yang sah untuk diwakafkan adalah benda yang tidak habis jika dipakai dan tidak
rusak karena dimanfaatkan.
4. Wakalah
merupakan salah satu muamalah yang sering terjadi di masyarakat dan
diperuntukkan bagi manusia agar dapat bekerja sama dalam melakukan tugasnya
melalui perwakilan. Sedangkan Sulhu merupakan sebuah akad perjanjian perdamaian
yang dibuat untuk menyelesaikan sengketa antara dua pihak yang bertikai.
5. Riba
termasuk kegiatan usaha yang bersifat mencarikeuntungan sendiri dengan
mengorbankan dan mendatangkan kemudlaratan bagi orang lain. Pada dasarnya
perasuransian dibolehkan selama tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Menyimpan
uang di bank syariah lebih disarankan karena bank syariah menghindarkan umat
Islam dari riba.
B.
Saran
Sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT, pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan untuk itu kami
selaku penulis makalah ini kami memohon
maaf apabila masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah,
semoga siapaun yang membaca makalah ini kami memohon untuk membenarkan apabila
ada kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya.
Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.
Basyri, Ahmad Azhar. Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata
Islam). Yogyakarta: UII Press Yogyakarta. 2004.
Djamal,Murni.
Ilmu Fiqh. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama. 1984.
Harahap,
Sumuran. Fikih Wakaf. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf. 2007.
Masruchan dan Salam, Abdul. Fikih- Ushul Fikih. Mojokerto:
Mutiara Ilmu.
Nasution, Hasan Mansur. Hasanah,
Uswatun. Othman, Razali. Dkk. Wakaf dan Pemberdayaan Umat. Jakarta:
Sinar Grafika. 2010.
Syafe’i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia.
2001.
Team
Guru Bina PAI Madrasah Aliyah. Modul Hikmah Membina Kreatifitas Dn Prestasi
(Fikih). Akik Pustaka.
Toha, Moh. Rosidi, Ahmad. Nurhadi,
dkk. Pendidikan Agama Islam X. Madiun: CV. Anantara.
Toha, Moh. Rosidi, Ahmad. Nurhadi,
dkk. Pendidikan Agama Islam XI. Madiun: CV. Anantara.
[1] Ahmad Azhar
Basyri, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII
Press, 2004), 45.
[2] Team Guru Bina
PAI Madrasah Aliyah, Modul Hikmah Membina Kreatifitas Dn Prestasi: Fikih
(Akik Pustaka), 5-6.
[3]. Ibid. Hlm. 7
[4] Ibid. Ahmad
Azhar Basyri, 65.
[5] Rachmat
Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 45.
[6] Masruchan dan Abdul Salam,
Fikih- Ushul Fikih (Mojokerto: Mutiara Ilmu), 73.
[7] Ibid., 75.
[8] Ibid.
Rachmat Syafe’i, 73.
[10] Ibid.
[11] Ibid., 19.
[12] Ibid.
[13] Ibid.,
20.
[14] Ibid.
[16] Ibid.,
87.
[17] Ibid., 87-88.
[18] Ibid., 88.
[19] Ibid.,.
[20] Ibid., 89.
[21] Ibid.,
[22] Ibid.,
[23] Ibid.,
92.
[24] Ibid.,
[25] Hasan Mansur
Nasution, Uswatun Hasanah, Razali Othman, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 3.
[26] Moh. Toha,
Ahmad Rosidi, Nurhadi, dkk, Pendidikan Agama Islam X (Madiun: CV.
Anantara), 100.
[27] Sumuran
Harahap, Fikih Wakaf (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), 14-17.
[28] Murni Djamal, Ilmu
Fiqh (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Departemen Agama, 1984), 207.
[29] Ibid., 100-101.
[30] Ibid., 102.
[32] Ibid.,
[33] Ibid., 108.
[34] Ibid., 108-109.
[35] Ibid., 109.
[36] Ibid., 110.
[37] Ibid.,
[38] Ascarya, Akad
dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 37.
[39] Moh. Toha,
Ahmad Rosidi, Nurhadi, dkk, Pendidikan Agama Islam XI (Madiun: CV.
Anantara), 38-39.
[40] Ibid., 125.
[41] Ibid.,
[42] Ibid., 125-126.
[43] Ibid., 129.
[44] Ibid., 130.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar