Kamis, 28 Juni 2018

Materi PAI (Fikih Muamalah)



FIQIH MUAMALAH
(studi analisis materi mata pelajaran fikih MA kelas X semester genap kurikulum 2013)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Materi fiqih di MTs-MA”

Disusun oleh:
Kelompok 8
Ahmad Khoirun Nasir                   (210315137)
Lutfa Nihayati                                 (210315123)
Anita Kusumawati                          (210315112)
PAI.D/ semester V
Dosen Pengampu :
Arif Wibowo, M.Pd.I
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT  AGAMA ISLAM NEGERI
 (IAIN) PONOROGO
DESEMBER 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat dan rahmat yang dilimpahkan-Nya sehingga penyusun memperoleh kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini dalam mata kuliah Studi Materi Fiqih di MTs-MA, yang berjudul “Fiqih muamalah.”
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini kurang sempurna, namun berkat rahmat dan izin dari tuhan Yang Maha Esa serta bantuan dari semua pihak, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati serta melalui kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan pada makalah-makalah selanjutnya.
Demikianlah makalah ini penyusun buat dengan harapan dapat menjadi acuan untuk proses belajar mengajar di perguruan tinggi dan semoga makalah ini juga bermanfaat bagi para pembaca.


Ponorogo, 20 Desember 2017

Kelompok 8 / PAI.D




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang berkodrat hidup dalam bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial dalam hidupnya manusia memerlukan manusia-manusia lain yang bersma-sama hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidup.
Untuk itu perlu kita ketahui juga bahwasanya dalam islam segala hal yang berkaitan dengan manusia semuanya sudah diatur secara jelas. Aturan tersebut salah satunya yakni terdapat dalam kajian tentang fiqih muamalah yang mana didalamanya mencakup seluruh aturan sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya kebutuhan-kebutuhan hidup.
Para ulama mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in dan yang setelah mereka tidak terhenti-hentinya mempelajari semua fenomena dan permasalahan manusia atas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya. Yang bertujuan untuk menjelaskan dan menjawab hukum-hukum permasalahan tersebut supaya dapat dimanfaatkan pada masa-masanya dan setelahnya.
Dengan demikan, dalam islam segala hal yang berkaitan dengan manusia semuanya sudah diatur secara jelas dan terperinci, maka pemakalah akan membahas dan memaparkan tentang ‘’fikih muamalah’’.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud kepemilikan dan akad?
2.      Bagaimana konsep perekonomian dalam Islam?
3.      Apa yang dimaksud wakaf, hibah, shadaqah dan hadiah?
4.      Apa yang dimaksud wakalah dan sulhu?
5.      Apa yang dimaksud dengan riba, bank, dan asuransi?
6.      Metode  apa yang sesuai untuk mengajarkan materi tersebut?
7.      Buatlah analisis materi yang sesuai dengan pembahasan di atas!

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui materi kepemilikan dan akad.
2.      Untuk mengetahui materi perekonomian dalam Islam.
3.      Untuk mengetahui materi wakaf, hibah, shadaqah, dan hadiah.
4.      Untuk mengetahui materi wakalah dan sulhu.
5.      Untuk mengetahui materi riba, bank, dan asuransi.
6.      Untuk mengetahui metode yang sesuai dengan materi.
7.      Untuk mengetahui analisis materi.















Peta Konsep
   FIQIH
Ibadah mahdhah
Ibadah ghoiru mahdhah
Ubudiyah
( ibadah)
Ahwal al-sakhsiyah (keluarga)
Muamalah (masyarakat)
Siyasah
( Negara)
Kepemilikan dan Akad
Perekonomian Islam
Wakaf, Hibah, Shadaqah, dan Hadiah
Wakalah dan Sulhu

Riba, Bank dan Asuransi

 





















Kompetensi Inti:
KI-1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI-2: Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai) santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
KI-3: Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, tehnologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
KI-4: Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
Kompetensi Dasar:
1.      1.1 Meyakini kebenaran syariat Islam tentang kepemilikan
2.1  Memiliki rasa tanggung jawab sebagai impelementasi dari pemahaman tentang ketentuan kepemilikan dan akad
3.1  Memahami aturan Islam tentang kepemilikan
4.1  Mempresentasikan aturan Islam tentang kepemilikan dan akad
2.      1.2 Meyakini kebenaran syariat Islam tentang perekonomian
2.2  Membiasakan bekerja sama dalam perekonomian Islam
3.2  Menelaah aturan Islam tentang perekonomian Islam
4.2  Mensimulasikan cara jual beli, khiyar, musaqah, muzara’ah, mukhabarah, syirkah, murabahah, mudarabah, dan salam
3.      1.3 Menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah wakaf, hibah, sedekah dan hadiah
2.3  Membiasakan sikap peduli sebagai implementasi dari pemahaman tentang wakaf, hibah, sedekah, dan hadiah
3.3  Memahami ketentuan Islam tentang wakaf, hibah, sedekah dan hadiah
4.3  Mempraktikkan cara pelaksanaan wakaf, hibah, sedekah, dan hadiah
4.      1.4 Menghayati hikmah dari perintah Allah tentang wakalah dan sulhu
2.4  Menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai implementasi dari pemahaman tentang wakalah dan sulhu
3.4  Memahami ketentuan Islam tentang wakalah dan sulh
4.4  Mempresentasikan ketentuan wakalah dan sulhu
5.      1.5 Meyakini adanya hikmah dari larangan praktik ribawi
2.5  Menunjukan sikap penolakan terhadap segala praktik ribawi dalam kehidupan
3.5  Menganalisis hukum riba, bank, dan asuransi
4.5  Menunjukkan contoh tentang praktik ribawi
Indikator Pencapaian:
1.      a. Siswa dapat menjelaskan aturan Islam tentang kepemilikan
b. Siswa dapat menjelaskan aturan Islam tentang kepemilikan dan akad
2.      a. Siswa dapat menjelaskan aturan Islam tentang perekonomian Islam
b. Siswa dapat mempraktikkan cara jual beli yang benar
c. Siswa dapat mempraktikkan khiyar
d. Siswa dapat mempraktikkan musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah
e. Siswa dapat mempraktikkan syirkah
f. Siswa dapat mempraktikkan murahabah
g. Siswa dapat mempraktikkan mudharabah
h. Siswa dapat mempraktikkan salam
3.      a. Siswa dapat menjelaskan bagian-bagian dari pelepasan dan perubahan harta
b. Siswa dapat menjelaskan tata cara hibah, shadaqah, hadiah, dan wakaf
c. Siswa dapat mempraktikkan tata hibah, shadaqah, hadiah, dan wakaf
4.      a. Siswa dapat menjelaskan pengertian dan dasar wakalah
b. Siswa dapat mengidetifikasi syarat, rukun, batasan waktu wakalah
c. Siswa dapat menunjukkan hikmah wakalah
d. Siswa dapat menjelaskan pengertian dan dasar sulhu
e. Siswa dapat mengidetifikasi syarat, rukun, macam-macam sulhu
f. Siswa dapat menunjukkan hikmah sulhu
5.      a. Siswa dapat menganalisis pengertian dan hukum riba, bank, dan asuransi
b. Siswa dapat menunjukkan beberapa contoh tentang praktik riba dalam masyarakat






















BAB II
PEMBAHASAN
A.    KEPEMILIKAN DAN AKAD
1.      Kepemilikan
a.       Pengertian
Kepemilikan adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.[1]
b.      Sebab-sebab kepemilikan
1)      Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul Mubahat).
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam bebas, air hujan dan lain-lain.
2)      Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud), contohnya: lewat jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian dan lain-lain.
3)      Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khalafiyah), contohnya: mendapat bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari wasiat ahli waris.
4)      Harta atau barang yang didapat dari perkembangbiakan ( minal mamluk).
Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan lain-lain.[2]
c.       Macam-macam kepemilikan
1)      Kepemilikan penuh, yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
2)      Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
3)      Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai harta itu.
d.      Ihrazul mubahad dan khalafiyah
1)      Pengertian ihrazul mubahad adalah bolehnya seseorang memiliki harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau kelompok).
2)      Syarat-syarat ihrazul mubahad
a)      Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memilikinya.
b)      Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk dimilikinya.
Contohnya : burung yang menyasar dan masuk ke rumah.
3)      Pengertian khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
e.       Ihyaul mawat
1)      Ihyaul mawat ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum ada pemiliknya.
2)      Syarat membuka lahan baru
a)      Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluannya saja, apabila lebih orang lain boleh mengambil sisanya.
b)      Ada kesanggupan dan cukup alat untuk meneruskannya, bukan semata-mata sekedar untuk menguasai tanahnya saja.[3]
f.        Hikmah kepemilikan
1)      Terciptanya rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
2)      Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
3)      Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
4)      Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
2.      Akad
a.       Pengertian
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya: akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.[4]
b.      Dasar hukum dilakukannya akad
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. (Al-Maidah:1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau akad itu hukumnya wajib.
c.       Rukun akad
1)      Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain
2)      Sighat (Ijab dan Qabul).
3)      Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).[5]
d.      Syarat akad
1)      Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
2)      Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya
3)      Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.[6]
e.       Macam-macam akad
1)      Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
2)      Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
3)      Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandat.
4)      Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
5)      Akad Ta’ati (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara umum.[7]
f.        Hikmah akad
1)      Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
2)      Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
3)      Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
4)      Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
5)      Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

B.     PEREKONOMIAN DALAM ISLAM
1.      Jual Beli
a.       Pengertian
Jual beli secara bahasa yaitu tukar menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan syarat dan rukun tertentu.[8]
b.      Dasar hukum
¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Artinya:
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-Baqarah:177)
c.       Syarat jual beli
1)      Syarat barang yang diperjual belikan
a)      Barang itu suci
b)      Barang itu bermanfaat
c)      Barang itu milik sendiri atau milik orang lainyang telah mewakilkan untuk menjualnya
d)      Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya
e)      Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat, dan kadarnya
2)      Syarat penjual dan pembeli
a)      Berakal sehat
b)      Atas kemauan sendiri
c)      Baligh
d)      Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena keadaan mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada tanggung jawab walinya.[9]
d.      Rukun jual beli
1)      Ada penjual
2)      Ada pembeli
3)      Ada barang
4)      Ada barang atau alat yang digunakan sebagai penukar barang
5)      Ada lafadz ijab dan qabul
e.       Jual beli yang dilarang
1)      Jual beli yang sah tapi terlarang, antara lain:
a)      Jual beli yang harganya di atas/di bawah harga pasar dengan cara menghadang penjual sebelum tiba dipasar.
b)      Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain.
c)      Jual beli barang untuk ditimbun supaya dapat dijual dengan harga mahal di kemudian hari, padahal masyarakat membutuhkannya saat itu.
d)      Jual beli untuk alat maksiat.
e)      Jual beli dengan cara menipu
f)       Jual beli yang mengandung riba[10]
2)      Jual beli yang terlarang dan tidak sah, yaitu:
a)      Jual beli sperma binatang
b)      Menjual anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.
c)      Menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diserah terimakan kepada pembelinya
d)      Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya

2.      Khiyar
a.       Pengertian
Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut istilah khiyar ialah : memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang dari pihak penjual dan pembeli.[11]
b.      Jenis- jenis khiyar
1)      Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli sebelum keduanya berpisah dari tempat akad.
2)      Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, artinya si pembeli atau si penjual boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama persyaratan itu belum dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua atau tiga hari.
3)      Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya bilamana terdapat bukti cacat pada barang.[12]
3.      Musaaqah, muzaara’ah dan mukhaabarah
a.       Musaaqah
1)      Pengertian
Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.[13]
2)      Rukun musaaqah
a)      Pemilik dan penggarap kebun.
b)      Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
c)      Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya.
d)      Akad, yaitu ijab qabul baik berbentuk perkataan maupun tulisan.[14]
b.      Muzaara’ah dan mukhaarabah
1)      Pengertian muzaara’ah
Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari penggarap.
2)      Pengertian mukhaarabah
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari yang punya tanah.
3)      Rukun muzaara’ah dan mukhaarabah
a)      Pemilik dan penggarap sawah
b)      Sawah atau ladang
c)      Jenis pekerjaan yang harus dilakukan
d)      Kesepakatan dalam pembagian hasil
e)      Akad [15]
4.      Syirkah
a.       Pengertian
Menurut bahasa syirkah artinya : persekutuan, kerjasama atau bersamasama. Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa untuk mendapatkan keuntungan.[16]
b.      Macam-macam syirkah
1)      Syirkah amlak (Syirkah kepemilikan), Syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.
2)      Syirkah uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan), Syirkah uqud ini terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syirkah modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi empat macam :
a)      Syirkah inan (harta)
Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan.
b)      Syirkah a’mal (serikat kerja/ syirkah ’abdan)
Syirkah a’mal adalah suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan.
c)      Syirkah Muwafadah
Syirkah Muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang didapat.
d)      Syirkah Wujuh (Syirkah keahlian)
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.[17]
c.       Rukun dan syarat syirkah
1)      Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok perjanjian.
2)      Pokok-pokok perjanjian syaratnya :
a)      Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
b)      Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.
c)      Yang disyarikatkerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
3)      Sighat, dengan Syarat : Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.[18]
5.      Murabahah dan mudlarabah
a.       Pengertian murahabah
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.[19]
b.      Syarat murahabah
1)      Pihak penjual harus memberi tahu harga asal kepada nasabah
2)      Kontrak pertama (jual beli dengan pihak ketiga) harus sah
3)      Kontrak harus bebas dari riba
4)      Pihak penjual harus menjelaskan semua cacat yang terjadi setelah pembelian
5)      Pihak penjual harus menyampaikan semua hal yang terkait dengan pembelian[20]
c.       Rukun murahabah
1)      Penjual
2)      Pembeli
3)      Barang yang diperjualbelikan
4)      Harga
5)      Ijab dan qabul
d.      Pengertian mudlarabah
Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian akan ditanggung oleh si pemilik modal.
e.       Rukun mudlarabah
1)      Adanya pemilik modal dan mudlorib
2)      Adanya modal, kerja dan keuntungan
3)      Adanya sighot yaitu Ijab dan Qobul[21]
f.        Macam-macam Mudlarabah
1)      Mudlarabah mutlaqah
Dimana pemilik modal memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat.
2)      Mudlarabah muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.[22]
6.      Salam
a.       Pengertian salam
Salam adalah Pembelian barang yang pembayarannya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.[23]
b.      Rukun dan syarat jual beli salam
Dalam jual beli salam, terdapat rukun yang harus dipenuhi, yaitu:
1)      Pembeli (muslam)
2)      Penjual (muslam ilaih)
3)      Modal / uang (ra’sul maal)
4)      Barang (muslam fiih). Barang yang menjadi obyek transaksi harus telah terspesifikasi secara jelas dan dapat diakui sebagai hutang. Sedangkan syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a)      Pembayaran dilakukan di muka (kontan).
b)      Dilakukan pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas.
c)      Penyebutan kriteria barang dilakukan saat akad dilangsungkan.
d)      Penentuan tempo penyerahan barang pesanan.
e)      Barang pesanan tersedia pada saat jatuh tempo.
f)       Barang pesanan adalah barang yang pengadaannya dijamin pengusaha.[24]

C.    WAKAF, HIBAH, SHADAQAH DAN HADIAH
1.      Wakaf
a.       Pengertian Wakaf
Wakaf menurut bahasa berarti “menahan” sedangkan menurut istilah wakaf yaitu memberikan suatu benda atau harta yang dapat diambil manfaatnya untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat menuju keridhaan Allah Swt.[25]
b.      Hukum Wakaf
Hukum wakaf adalah sunah, hal ini didasarkan pada Al-Qur’an.
Firman Allah Swt
`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ ÇÒËÈ  
Artinya:
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Ali- Imran: 92)
c.       Rukun Wakaf
1)      Orang yang memberikan wakaf.
2)      Orang yang menerima wakaf.
3)      Barang yang yang diwakafkan.
4)      Ikrar penyerahan (akad).[26]
d.      Syarat-syarat Wakaf
1)      Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas dasar kehendaknya sendiri.
2)      Orang yang menerima wakaf jelas, baik berupa organisasi atau perorangan.
3)      Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.
4)      Jelas ikrarnya dan penyerahannya, lebih baik tertulis dalam akte notaris sehingga jelas dan tidak akan menimbulkan masalah dari pihak keluarga yang memberikan wakaf.
e.       Macam-macam Wakaf
1)      Waqaf Ahly (wakaf khusus), yaitu wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik ada ikatan keluarga atau tidak. Misalnya wakaf yang diberikan kepada seorang tokoh masyarakat atau orang yang dihormati.
2)      Waqaf Khairy (wakaf untuk umum), yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan umum. Misalnya wakaf untuk Masjid, Pondok Pesantren dan Madrasah.[27]
f.        Hikmah wakaf
1)      Menanamkan sifat zuhud dan melatih menolong kepentingan orang lain.
2)      Menghidupkan lembaga-lembaga sosial maupun keagamaan demi syi’ar Islam dan keunggulan kaum muslimin.
3)      Memotivasi umat Islam untuk berlomba-lomba dalam beramal karena pahala wakaf akan terus mengalir sekalipun pemberi wakaf telah meninggal dunia.
4)      Menyadarkan umat bahwa harta yang dimiliki itu ada fungsi sosial yang harus dikeluarkan.
2.      Hibah
a.       Pengertian hibah
Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih sayang.[28]
b.      Hukum hibah
tA#uäur tA$yJø9$# 4n?tã ¾ÏmÎm6ãm ÍrsŒ 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur Îûur ÅU$s%Ìh9$#  
Artinya:
“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya”. (Al-Baqarah: 177)
Memberikan Sesuatu kepada orang lain, asal barang atau harta itu halal termasuk perbuatan terpuji dan mendapat pahala dari Allah Swt. Untuk itu hibah hukumnya mubah.
c.       Rukun dan syarat hibah
1)      Pemberi Hibah
Syarat-syarat pemberi hibah adalah sudah baligh, dilakukan atas dasar kemauan sendiri, dibenarkan melakukan tindakan hukum dan orang yang berhak memiliki barang.


2)      Penerima Hibah
Syarat-syarat penerima hibah, di antaranya: Hendaknya penerima hibah itu terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya.
3)      Barang yang dihibahkan
Syarat-syarat barang yang dihibahkan, di antaranya: jelas terlihat wujudnya, barang yang dihibahkan memiliki nilai atau harga, betu-betul milik pemberi hibah dan dapat dipindahkan status kepemilikannya dari tangan pemberi hibah kepada penerima hibah.
4)      Akad (Ijab dan Qabul)[29]
d.      Macam-macam Hibah
1)      Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun.
2)      Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar
dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah.[30]
e.       Hikmah hibah
1)      Menumbuhkan rasa kasih sayang kepada sesama
2)      Menumbuhkan sikap saling tolong menolong
3)      Dapat mempererat tali silaturahmi
4)      Menghindarkan diri dari berbagai malapetaka.
3.      Shadaqah dan hadiah
a.       Pengertian shadaqah dan hadiah
Shadaqah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan dengan harapan mendapat ridla Allah Swt. Sementara hadiah adalah akad pemberian harta milik seseorang kepada orang lain tanpa adanya imbalan sebagai penghormatan atas suatu prestasi.[31]
b.      Hukum shadaqah dan hadiah
Hukum shadaqah adalah sunah sedangkan hukum hadiah adalah mubah.
c.       Rukun shadaqah dan hadiah
1)      Pemberi shadaqah atau hadiah.
2)      Penerima shadaqah atau hadiah.
3)      Ijab dan Qabul artinya pemberi menyatakan memberikan, penerima menyatakan suka.
4)      Barang atau Benda (yang dishadaqahkan/dihadiahkan).
d.      Syarat shadaqah dan hadiah
1)      Orang yang memberikan shadaqah atau hadiah itu sehat akalnya dan tidak dibawah perwalian orang lain.
2)      Penerima haruslah orang yang benar-benar memerlukan karena keadaannya yang terlantar.
3)      Penerima shadaqah atau hadiah haruslah orang yang berhak memiliki, jadi shadaqah atau hadiah kepada anak yang masih dalam kandungan tidak sah.
4)      Barang yang dishadaqahkan atau dihadiahkan harus bermanfaat bagi penerimanya.[32]
e.       Hikmah shadaqah dan hadiah
1)      Hikmah Shadaqah
a)       Menumbuhkan ukhuwah Islamiyah
b)      Dapat menghindarkan dari berbagai bencana
c)       Akan dicintai Allah Swt.
2)      Hikmah Hadiah
a)       Menjadi unsur bagi suburnya kasih sayang
b)      Menghilangkan tipu daya dan sifat kedengkian.

D.    WAKALAH DAN SULHU
1.      Wakalah
a.       Pengertian wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.[33]
b.      Dasar hukum
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerjaan yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah Swt Berfirman:
(#þqèWyèö/$$sù Nà2yymr& öNä3Ï%ÍuqÎ/ ÿ¾ÍnÉ»yd n<Î) ÏpoYƒÏyJø9$#
Artinya:
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”. (QS. Al-Kahfi : 19)
Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan kepada orang lain.
c.       Rukun dan syarat wakalah
1)      Orang yang mewakilkan / yang memberi kuasa. Syaratnya: Ia yang mempunyai wewenang terhadap urusan tersebut.
2)      Orang yang mewakilkan / yang diberi kuasa. Syaratnya: Baligh dan Berakal sehat.
3)      Masalah / Urusan yang dikuasakan. Syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.
4)      Akad (Ijab Qabul). Syaratnya dapat dipahami kedua belah pihak.[34]
d.      Habisnya akad wakalah
1)      Salah satu pihak meninggal dunia
2)      Jika salah satu pihak menjadi gila
3)      Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi wewenang.
4)      Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.
e.       Hikmah wakalah
1)      Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya.
2)      Saling tolong menolong di antara sesama manusia.
3)      Timbulnya saling percaya mempercayai di antara sesama manusia.
2.      Sulhu
a.       Pengertian sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian perdamaian di antara dua pihak yang berselisih.[35]
b.      Dasar hukum
Hukum sulhu adalah wajib sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau perintah Allah SWT. Allah berfirman dalam kitabnya:
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ  
Artinya:
“orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al- Hujurat: 10)
c.       Rukun dan syarat sulhu
1)      Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
2)      Tidak ada paksaan.
3)      Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
4)      Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga.[36]
d.      Macam-macam sulhu
1)      Perdamaian antar sesama muslim.
2)      Perdamaian antar muslim dengan non muslim.
3)      Perdamaian antar Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk kepada imam).
4)      Perdamaian antara suami istri.
5)      Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.[37]
e.       Hikmah sulhu
1)      Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan pihak lain.
2)      Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
3)      Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan di antara sesama.
4)      Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.

E.     RIBA, BANK DAN ASURANSI
1.      Riba
a.       Pengertian riba
Riba yang berasal dari bahasa arab, artinya tambahan (ziyadah/addition, Inggris), yang berarti: tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. Sementara menurut istilah riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam.[38]
b.      Hukum riba
Dasar hukum melakukan riba adalah haram. Allah Swt berfirman:
$yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
Artinya:
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-Baqarah: 275)

c.       Macam-macam riba
Para ulama Fikih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:
1)      Riba Fadl
Riba fadl adalah tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya, atau jual beli yang mengandung unsur riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut.
2)      Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah yaitu mengambil keuntungan dari pinjam meminjam atau tukar-menukar barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis karena adanya keterlambatan waktu pembayaran.
3)      Riba Qardi
Riba qardi adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjam.
4)      Riba yad
Riba yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli dimana sebelum terjadi serah terima barang antara penjual dan pembeli sudah berpisah.[39]
d.      Hikmah diharamkannya riba
1)      Menghindari tipu daya di antara sesama manusia.
2)      Melindungi harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.
3)      Memotivasi orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari penipuan, jauh dari apa saja yang dapat menimbulkan kesulitan dan kemarahan di antara kaum muslimin.
4)      Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan karena pemakan riba adalah orang yang zalim dan akibat kezaliman adalah kesusahan.
5)      Membuka pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar ia mencari bekal untuk akhirat.
6)      Rajin mensyukuri nikmat Allah Swt dengan cara memanfaatkan untuk kebaikan serta tidak menyia-nyiakan nikmat tersebut.
7)      Melakukan praktik jual beli dan utang piutang secara baik menurut Islam.
2.      Bank
a.       Pengertian bank
Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[40]
b.      Hukum bank
1)      Kelompok yang mengharamkan.
Ulama yang mengharamkan riba di antaranya adalah Abu Zahra (guru besar Fakultas Hukum, Kairo, Mesir), Abu A’la al-Maududi (ulama Pakistan), dan Muhammad Abdullah al-A’rabi (Kairo). Mereka berpendapat bahwa hukum bank adalah haram, sehingga kaum Muslimin dilarang mengadakan hubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa.
2)      Kelompok yang tidak mengharamkan.
Ulama yang tidak mengharamkan di antaranya adalah Syekh Muhammad Syaltut dan A.Hassan. Mereka mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan bank bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat ganda.
3)      Kelompok yang menganggap syubhat (samar)
Bank merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam Islam karena bank merupakan sebuah produk baru yang tidak ada nasnya. Hal-hal yang belum ada nas dan masih diragukan ini yang dimaksud dengan barang syubhat (samar). Karena untuk kepentingan umum atau
manfaat sosial yang sangat berarti bagi umat, maka berdasarkan kaidah usul (maslahah mursalah), bank masih tetap digunakan dan dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk bank pemerintah (non-swasta), dan tidak berlaku untuk bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada bank swasta sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.[41]
c.       Macam-macam bank
1)      Bank konvensional (dengan sistem bunga)
Bank dengan sistem bunga (konvensional) ada dua jenis, yaitu:
a)      Bank umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.  
b)      Bank perkreditan rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2)      Bank syariah (bank dengan prinsip bagi hasil)
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.[42]
3.      Asuransi
a.       Pengertian
Secara umum kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Insurance” yang artinya “ jaminan”. Sedangkan menurut istilah ialah perjanjian pertanggungan bersama antara dua orang atau lebih. Pihak yang satu akan menerima pembayaran tertentu bila terjadi suatu musibah, sedangkan pihak yang lain (termasuk yang terkena musibah) membayar iuran yang telah ditentukan waktu dan jumlahnya.[43]
b.      Hukum asuransi
Ada beberapa status hukum tentang asuransi,yaitu:
1)      Haram
Pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf  Qaradhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i. Alasan-alasan yg mereka kemukakan:
a)      Asuransi sama dengan judi.
b)      Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
c)      Asuransi mengandung unsur riba/renten.
d)      Asuransi mengandung unsur pemerasan karena pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yg sudah dibayar atau dikurangi.
e)      Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f)       Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
2)      Boleh .
Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa, Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan Abdul Rahman Isa . Mereka beralasan:
a)      Tidak ada nash yang melarang asuransi.
b)      Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c)      Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d)      Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premipremi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e)      Asuransi termasuk akad mudharabah
f)       Asuransi termasuk koperasi.
g)      Asuransi dianalogikan dengan sistem pensiun seperti Taspen.
3)      Subhat
Alasan golongan yg mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan halal atau haramnya asuransi tersebut. Pada dasarnya, dalam prinsip syariah hukum-hukum muamalah (transaksi bisnis) adalah bersifat terbuka, artinya Allah Swt. dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka bagi ulama mujtahid untuk mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an maupun Hadis tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa asuransi hukumnya haram, karena ternyata dalam hukum Islam memuat substansi perasuransian secara Islami sebagai dasar operasional asuransi syariah.[44]
c.       Perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syari’ah
1.      Asuransi Konvensioal
Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, di antaranya adalah:
a)      Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
b)      Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
2.       Asuransi Syariah
a)       Asuransi syariah dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorientasi bisnis atau keuntungan materi semata.
b)      Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.

F.     PENDEKATAN, METODE, STRATEGI
Dalam pembelajaran fikih kelas X semester II ini, penulis memilih strategi pembelajaran kooperatif yaitu rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Strategi ini menggunakan beberapa metode yang relevan, diantaranya:
1.      Metode diskusi
Di sini siswa dituntut untuk dapat memahami suatu materi dengan cara berdiskusi.
2.      Metode resitasi atau tugas
Siswa membuat suatu kelompok belajar, kemudian mereka diberi tugas guna menggali kemampuan, kekompakan, dan pemahaman siswa akan tugas yang diberikan.

G.    ANALISIS MATERI
Materi fikih kelas X semester II ini, sudah sesuai dengan KI, KD, dan juga indikator yang tertera dalam KMA Nomor 165 Tahun 2014.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Kepemilikan adalah  suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimiliki oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain. Sedangkan akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan.
2.      Perekonomian dalam Islam seperti jual beli merupakan syari’at Allah Swt bagi manusia untuk dapat memiliki sesuatu atau benda dengan jalan yang benar. Disyari’atkan berbagai akad dalam perekonomian, seperti musaaqah, muzara’ah, mukhabarah, dan syirkah agar antara manusia saling bekerja sama mencari keuntungan dalam berniaga, saling membantu antara satu dengan yang lainnya.
3.      Wakaf adalah perbuatan hukum seorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah sesuai dengan ajaran Islam. Para ulama sepakat bahwa harta yang sah untuk diwakafkan adalah benda yang tidak habis jika dipakai dan tidak rusak karena dimanfaatkan.
4.      Wakalah merupakan salah satu muamalah yang sering terjadi di masyarakat dan diperuntukkan bagi manusia agar dapat bekerja sama dalam melakukan tugasnya melalui perwakilan. Sedangkan Sulhu merupakan sebuah akad perjanjian perdamaian yang dibuat untuk menyelesaikan sengketa antara dua pihak yang bertikai.
5.      Riba termasuk kegiatan usaha yang bersifat mencarikeuntungan sendiri dengan mengorbankan dan mendatangkan kemudlaratan bagi orang lain. Pada dasarnya perasuransian dibolehkan selama tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Menyimpan uang di bank syariah lebih disarankan karena bank syariah menghindarkan umat Islam dari riba.

B.     Saran
Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan untuk itu kami selaku penulis makalah ini kami  memohon maaf apabila masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah, semoga siapaun yang membaca makalah ini kami memohon untuk membenarkan apabila ada kesalahan.
























DAFTAR PUSTAKA
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.
Basyri, Ahmad Azhar. Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam). Yogyakarta: UII Press Yogyakarta. 2004.
Djamal,Murni. Ilmu Fiqh. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama. 1984.
Harahap, Sumuran. Fikih Wakaf. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf. 2007.
Masruchan dan Salam, Abdul. Fikih- Ushul Fikih. Mojokerto: Mutiara Ilmu.
Nasution, Hasan Mansur. Hasanah, Uswatun. Othman, Razali. Dkk. Wakaf dan Pemberdayaan Umat. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.
Syafe’i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia. 2001.
Team Guru Bina PAI Madrasah Aliyah. Modul Hikmah Membina Kreatifitas Dn Prestasi (Fikih). Akik Pustaka.
Toha, Moh. Rosidi, Ahmad. Nurhadi, dkk. Pendidikan Agama Islam X. Madiun: CV. Anantara.

Toha, Moh. Rosidi, Ahmad. Nurhadi, dkk. Pendidikan Agama Islam XI. Madiun: CV. Anantara.


[1] Ahmad Azhar Basyri, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII Press, 2004), 45.
[2] Team Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Modul Hikmah Membina Kreatifitas Dn Prestasi: Fikih (Akik Pustaka), 5-6.
[3]. Ibid. Hlm. 7
[4] Ibid. Ahmad Azhar Basyri, 65.
[5] Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), 45.
[6] Masruchan dan Abdul Salam, Fikih- Ushul Fikih (Mojokerto: Mutiara Ilmu), 73.
[7] Ibid., 75.
[8] Ibid. Rachmat Syafe’i, 73.
[9] Ibid. Team Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, 16.
[10] Ibid.
[11] Ibid., 19.
[12] Ibid.
[13] Ibid., 20.
[14] Ibid.
[15] Ibid., 6.
[16] Ibid., 87.
[17] Ibid., 87-88.
[18] Ibid., 88.
[19] Ibid.,.
[20] Ibid., 89.
[21] Ibid.,
[22] Ibid.,
[23] Ibid., 92.
[24] Ibid.,
[25] Hasan Mansur Nasution, Uswatun Hasanah, Razali Othman, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 3.
[26] Moh. Toha, Ahmad Rosidi, Nurhadi, dkk, Pendidikan Agama Islam X (Madiun: CV. Anantara), 100.
[27] Sumuran Harahap, Fikih Wakaf (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), 14-17.
[28] Murni Djamal, Ilmu Fiqh (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1984),  207.
[29] Ibid., 100-101.
[30] Ibid., 102.
[31] Ibid., 103.
[32] Ibid.,
[33] Ibid., 108.
[34] Ibid., 108-109.
[35] Ibid., 109.
[36] Ibid., 110.
[37] Ibid.,
[38] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 37.
[39] Moh. Toha, Ahmad Rosidi, Nurhadi, dkk, Pendidikan Agama Islam XI (Madiun: CV. Anantara), 38-39.
[40] Ibid., 125.
[41] Ibid.,
[42] Ibid., 125-126.
[43] Ibid., 129.
[44] Ibid., 130.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar