IMAN KEPADA RASUL ALLAH
“Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Materi Aqidah Akhlak
di Mts-MA”
Disusun Oleh:
Kelompok 4
1.
Angga
Adi Saputra 210315134
2.
Intan
Fitriani Kusumaningrum 210315142
3.
Lutfa
Nihayati 210315123
Dosen Pengampu:
Nurul Hakim, ST. M.Hum.
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
OKTOBER
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat saya selesaikan dengan
sebaik-baiknya. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang dinantikan syafaatnya dihari kiamat.
Bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak
lepas dari bantuan serta motivasi dari berbagai pihak baik sepiritual maupun
materi. Atas bantuan tersebut kami mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak
Nurul Hakim, ST. M. HUM Selaku Dosen Studi Materi Akidah Akhlak MTs – MA.
2. Semua
pihak yang telah membantu sehingga terselesainya tugas ini.
Saya menyadari dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun
selalu saya nantikan.
Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat
khususnya bagi saya dan umumnya bagi pembaca.
Ponorogo, 29
September 2017
Kelompok
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Manusia merupakan mahluk Allah yang paling sempurna, karena Allah telah
melengkapi manusia dengan akal pikiran yang harus dipergunakan sebagai
pengendali hawa nafsu sehingga dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk.
Manusia sempurna yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa dan
beriman kepada-NYA. Salah satu bentuk iman adalah iman kepada Rasul yang
merupakan rukun iman yang ke-empat dari enam rukun yang wajib di imani oleh
setiap umat Islam.
Yang di maksud dengan iman kepada Rasul adalah meyakini dengan sepenuh
hati bahwa Rasul adalah orang-orang yang telah di pilih oleh Allah SWT untuk
menerima wahyu dari-Nya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dijadikan
pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud iman kepada rasul-rasul
Allah?
2. Apa yang
dimaksud mu’jizat dan
kejadian yang luar biasa yang dimiliki oleh rasul-rasul Allah?
3. Apa saja aklak terpuji bagi sesama?
4. Apa saja akhlak tercela bagi sesama?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui iman kepada rasul-rasul Allah.
2. Untuk mengetahui mu’jizat dan kejadian yang luar biasa.
3. Untuk mengetahui akhlak terpuji bagi sesama.
4. Untuk mengetahui akhlak tercela bagi sesama.
BAB II
IMAN KEPADA RASUL-RASUL ALLAH
A.
Iman Kepada Rasul Allah
1. Pengertian Iman
kepada Rasul Allah
Rasul menurut bahasa adalah utusan sedang
menurut istilah ialah orang yang menerima wahyu dari Allah yang berkenaan
dengan syari’at agama tertentu dan ditugaskan untuk menyampaikan apa yang
diterimanya kepada umatnya. Sedangkan Nabi berasal
dari bahasa Arab Naba’a yang artinya berita. Jadi nabi itu artinya orang yang
memberitakan atau yang membawa berita. Dari pengertian diatas, maka nabi dan rasul
adalah sama-sama manusia yang mendapatkan wahyu dari Allah. Akan tetapi nabi
tidak diperintahkan untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada
umatnya, sedangkan rasul diperintahkan untuk menyampaikan wahyunya kepada umatnya.
Dengan demikian setiap Rasul pasti Nabi dan setiap Nabi belum tentu Rasul.
Beriman kepada rasul-rasul Allah adalah termasuk rukun iman. Semua
umat islam wajib beriman kepada rasul-rasul Allah. Yaitu mempercayai dan
meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah memilih dan mengutus beberapa
orang pilihan sebagai rasul-rasul Allah itu membawa sebuah ajaran dan petunjuk
kepada kebenaran untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.
Allah SWT berfirman dalam Q.S
An-Nisa’ ayat 136:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãYÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur É=»tFÅ3ø9$#ur Ï%©!$# tA¨tR 4n?tã ¾Ï&Î!qßu É=»tFÅ6ø9$#ur üÏ%©!$# tAtRr& `ÏB ã@ö6s% 4 `tBur öàÿõ3t «!$$Î/ ¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur ¾ÏmÎ7çFä.ur ¾Ï&Î#ßâur ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÌÏÈ
Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang
Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.” (Q.S An-Nisaa’ :136)
Kehadiran rasul untuk manusia sangat diperlukan, karena manusia membutuhkan
wahyu atau petunjuk dari Allah. Dibutuhkannya rasul oleh manusia disebabkan
karena lemahnya akal manusia dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
dalam hidupnya. Akal manusia tidak bisa menetukan baik dan buruk secara mutlak,
karena akal manusia dipengaruhi oleh hawa nafsu yang cenderung pada keburukan.
2.
Sifat-Sifat
Rasul
a.
Sifat
Wajib Rasul
1)
Ash-Shidiq
artinya benar (jujur)
2)
Al-Amanah
artinya dapat dipercaya.
3)
At-Tabligh
artinya menyampaikan.
b.
Sifat
Mustahil rasul
1)
Al-Kidzb
artinya bohong.
2)
Al-Khiyanah
artinya curang atau menghianati.
3)
Al-Kitman
artinya menyembunyikan.
4)
Al-Baladah
artinya bodoh.
c.
Sifat
Jaiz Rasul
Sifat jaiz bagi rasul yaitu adalah sifat yang bisa ada dan tidak
ada pada rasul. Sifat jaiz ini adalah sifat-sifat manusiawi biasa, artinya
sifat-sifat yang biasa ada pada kebanyakan manusia, asalkan sifat tersebut
tidak mengurangi martabat kerasulan yang mulia itu. Seperti makan, minum,
tidur, menikah, sedih, gembira dan sebagainya. Dalam surat Al-Furqan ayat 20 disebutkan:
!$tBur $oYù=yör& n=ö6s% z`ÏB úüÎ=yößJø9$# HwÎ) öNßg¯RÎ) cqè=ä.ù'us9 tP$yè©Ü9$# cqà±ôJtur Îû É-#uqóF{$# 3 $oYù=yèy_ur öNà6Ò÷èt/ <Ù÷èt7Ï9 ºpuZ÷FÏù crçÉ9óÁs?r& 3 tb%2ur y7/u #ZÅÁt/ ÇËÉÈ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu,
melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. dan Kami
jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu
bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha melihat.” (Q.S Al-Furqan: 20)
3.
Hikmah
Beriman Kepada Rasul
Dengan beriman kepada rasul ini, seseorang akan mendapatkan
hikmah-hikmah antara lain:
a. Yakin akan kebenaran agama
Dengan mengimani sifat-sifat rasul, berarti mengimani pula bahwa
apa yang dibawanya adalah benar-banar dari Allah, murni, tak ada yang
terkurangi dan tak ada pula yang diubah oleh rasul itu. Kalau yang dibawa rasul
adalah agama, maka agama itu pasti benarnya. Sebagai seorang muslim pasti meyakini
bahwa agama Islam itu benar.
b. Mentaati dan mencintai Rasulullah
Beriman kepada rasulullah mengandung konsekwensi untuk mentaatinya.
Seseorang yang mempercayai kedudukan rasulullah dengan wahyu yang diterimanya
ia mengajak kepada kebaikan. Kalau rasulullah mengajak kepada umat manusia,
maka secara otomatis seseorang yang beriman harus mentaatinya. Mentaati
rasulullah berarti menjalankan ajarannya, mengikuti perintahnya dan
meninggalkan larangannya. Pelaksanaan ini harus juga didasari rasa cinta, tidak
merasa adanya keterpaksaan. Seseorang yang masih enggan atau terpaksa
menjalankan ajaran-ajaran rasulullah, maka ia berarti tidak sepenuhnya
mempercayai rasulullah. Allah berfirman dalam Q.S An-Nuur ayat 56:
((#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# öNà6¯=yès9 tbqçHxqöè? ÇÎÏÈ
Artinya:
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul,
supaya kamu diberi rahmat.”(Q.S An-Nuur: 56)
1)
Memahami tanda-tanda kebesaran Alloh melalui
penjelasan dari rasul-rasul Allah.
2)
Terhindar dari dosa syirik karena ajaran
tauhid yang dibawa oleh Rasul Allah
4. Perilaku Orang yang Beriman
Kepada Rasul-Rasul Allah
Iman meliputi tiga unsur yaitu, diucapkan
dengan lisan, dibenarkan dalam hati dan diwujudkan (direalisasikan) dalam amal
perbuatan. Adapun perilaku orang yang mencerminkan keimanan kepada rasul-rasul
Alloh, antara lain sebagai berikut:
a. Menanamkan
kebiasaan diri berlaku jujur, baik
kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain.
b. Menyampaikan
amanah yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
c. Mempunyai
semangat kerja yang tinggi dala menjalankan tugas yang diembannya.
d. Mempunyai
kepekaan dalam menghadapi masalah sehingga masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat dan tepat.
e. Menanamkan
akhlakul karimah, baik pada diri sendiri, keluarga ataupun orang lain.
f.
Mendahulukan kepentingan umat dan mengabdikan
diri pada kehidupan masyarakat.[2]
B. Mu’jizat dan Kejadian luar biasa
lainnya
1.
Pengetian Mu’jizat
Mu’jizat menurut bahasa artinya membuat
sesuatu menjadi tidak mampu atau sesuatu yang luar biasa. Sedang menurut
istilah mu’jizat adalah suatu kejadian yang luar biasa yang diberikan oleh Allah
kepada seorang nabi atau rasul untuk melemahkan segala usaha dan alasan orang
kafir. Alloh berfirman dalam surat Asy-Syu’ara ayat 4:
bÎ) ù't±®S öAÍit\çR NÍkön=tã z`ÏiB Ïä!$uK¡¡9$# Zpt#uä ôM¯=sàsù öNßgà)»oYôãr& $olm; tûüÏèÅÒ»yz ÇÍÈ
Artinya: “Jika Kami kehendaki niscaya Kami menurunkan
kepada mereka mukjizat dari langit, Maka Senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk
kepadanya.” (Q.S As-Syu’ara: 4)
Adapun mu’jizat ini berfungsi sebagai:
a. Untuk
melemahkan dan mengalahkan usaha orang-orang yang menentang seruan rasul.
b. Sebagai bukti
kebenaran bahwa rasul benar-benar dipilih oleh Alloh.
Sedangkan menurut jenisnya mu’jizat dapat
dibedakaan menjadi menjadi dua yaitu:
a.
Mu’jizat kauniyah atau Hissiyah
Yaitu mu’jizat yang tampak, dapat dirasakan dan dapat ditangkap oleh panca
indera. Seperti tongkat nabi Musa yang bisa berubah menjadi ular.
b.
Mu’jizat aqliyah atau maknawiyah
Yaitu mu’jizat yang hanya bisa dipahami dan dimengerti oleh akal pikiran.
Seperti mu’jizat nabi Muhamad yang berupa Al-Quran. Setiap muslim
wajib mempercayai mu’jizat yang dimiliki para nabi atau rosul. Mengingkari
mu’jizat nabi berarti mengingkari ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an, berarti
sama halnya ia kafir.
2. Kejadian-kejadian
luar biasa selain mu’jizat
a. Karomah
Karomah menurut bahasa artinya kemuliaan,
keluhuran, dan anugrah. Sedangkan menurut istilah karomah adalah kejadian luar
biasa yang diberikan oleh Alloh kepada hamba-Nya yang sholeh atau wali Allah.
b. Ma’unah
Menurut bahasa ma’unah berarti pertongan.
Sedangkan menurut istilah maunah adalah suatu kemampuan yang luar biasa yang
diberikan oleh Allah kepada seorang mukmin untuk mengatasi suatu kesulitan.
Ma’unah terjadi pada orang biasa berkat pertolongan Alloh, maupun atas
pertolongan Rasul.
c. Irhas
Irhas adalah kejadian luar biasa yang terjadi
pada seorang calon rasul, sebelum diangkat menjadi rasul. Sebagai contoh, Nabi
Isa pada waktu bayi sudah bisa berbicara kepada orang yang melecehkan ibunya.
Nabi Muhamad pada waktu berniaga ke negeri Syam, beliau diikuti dan dipayungi
oleh awan.
Selain itu adapun manfaat dari dari karomah,
ma’unah, dan irhas adalah sebagai berikut:
a. Untuk
membuktikan bahwa Alloh merupakan Dzat yang Maha Kuasa.
b. Agar manusia
semakin mantap dalam berimaan kepada Alloh.
c. Supaya orang
yang beriman semakin menambah amal ibadahnya dan amal shalehnya.
d. Biar segera
keluar dari permasalahan yang dihadapi.
e. Bagi orang yang
beriman menyadari bahwa dengan adanya karomah, ma’unah, dan irhas meyakini
kekuatan Alloh di atas segala-galanya.
C. Akhlak Terpuji
kepada Sesama
Agama islam
mengajarkan kepada umatnya agar mempuyai akhlak yang terpuji, baik terhadap
Allah, sesama manusia ataupun terhadap sesama makhluk. Adapun akhlak-akhlak
terpuji antara lain:
1. Husnudzon
Husnudzon yaitu berprasangka atau dugaan baik
kepada orang lain. Hukum berhusnudzon kepada Allah dan Rasulnya yaitu wajib.
Dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 12:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Hujurat ayat: 12).
Adapun wujudnya dapat dilakukan dengan cara
antara lain:
a. Meyakini dengan
sepenuh hati bahwa apa yang diperintahkan Allah dan Rasulullah semata-mata
untuk kebaikan manusia.
b. Meyakini dengan
sepenuh hati bahwa apa saja yang dilarang Allah dan Rasulullah, mempunyai
akibat yang buruk bagi orang yang melanggarnya.
c. Mengembangkan
akhlakul karimah dengan hidup bermasyarakat
d. Berhusnudzoon
kepada orang lain tentang kemampuannya dalam menyeleseikan tugasnya.
Adapun hukum
husnudzon kepada sesama manusia adalah mubah. Sedangkan su’udzoon hukumnya
haram, karena su’udzoon merupakan suatu sifat yang senantiasa mencurigai orang
lain berbuat jelek, padahal hal tersebut belum tentu benar.
Dampak positif
husnudzoon diantaranya:
1)
Terciptanya kehidupan yang tentram dalam hidup
bermasyarakat.
2)
Terjalin ikatan batin yang kuat antara pelaku
dan orang lain yang diduga berbuat baik.
3)
Terjadinya saling percaya mempercayai antar
keduanya.
4)
Semakin kokoh hubungan persaudaraan antara
keduanya.
2. Tawadhu’
Tawadhu’ artiinya rendah hati, sedangkan yang dimaksud orang yang tawadhu’
yaitu orang yang merendahkan hati dalam pergaulan atau tidak menampakkan
kemampuan yang dimilikinya. Lawan dari tawadhu’ adalah takabur (sombong).
Seperti dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 24:
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u/u #ZÉó|¹ ÇËÍÈ
Artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (Q.S. Al-Isra’: 24).
Bentuk-bentuk perilaku tawadhu’ diantaranya:
a.
Tidak mempunyai sikap bermegah-megahan dan curang.
b.
Tidak mau melayani omongan orang-orang yang berlaku
kasar.
c.
Menghormati orang yang lebih tua.
d.
Menyayangi orang yang lebih rendah kedudukannya.
Dampak positif dari perilaku tawadhu’ yaitu:
a.
Banyak orang yang simpatik dan senang bergaul dengannya.
b.
Akan dihormati dan disegani oleh banyak orang.
c.
Mempererat hubungan silaturahmi antara dirinya dan orang
lain.
d.
Akan dimuliakan oleh Allah ataupun sesama manusia.
3.
Tasamuh
Tasamuh
artinya bermurah hati, berlembut hati, saling menghormati atau saling
menghargai sesama manusia. Diantara perintah Allah agar kita mempunyai sikap
tasamuh, antara lain diterangkan dalam Q.S. Al-Kafirun ayat 6:
ö/ä3s9 ö/ä3ãYÏ uÍ<ur ÈûïÏ ÇÏÈ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (Q.S.
Al-Kafirun: 6).
Bentuk-bentuk tasamuh antara lain:
a.
Tidak melarang tetangga jika ingin menanam pohon dibatas
kebunnya.
b.
Tidak mengganggu ketenangan tetangga.
c.
Menyukai sesuatu yang dimiliki tetangganya sebagaiman ia
menyukai untuk dirinya sendiri.
Dampak positif perilaku tasamuh dakam kehidupan antara
lain:
a.
Terciptanya jalinan persaudaraan yang erat anta anggota
masyarakat.
b.
Mempererat jalinan kerjasama yang baik dalam kehidupan
bermasyarakat.
c.
Terbukanya kesempatan yang lebih luas untuk memperoleh
rizki, karena banyak relasi.
4.
Ta’awun
Ta’awun adalah sikap saling tolong-menolong,
bantu-membantu dalam beramal sholeh dalam rangka beribadah semata-mata
mengharap ridho Allah. Dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya” (Q.S. Al-Maidah: 2).
Sikap ta’awun dalam kehidupan masyarakat dapat diwujudkan
dalam berbagai bentuk antara lain:
a.
Meringankan beban hidup, menutupi aib dan memberi bantuan
kepada saudaranya yang lain.
b.
Mengunjungi saudaranya yang sedang sakit.
Dampak positif ta’awun yaitu:
a.
Dapat meringankan beban atau tugas berat karena adanya
kerjasama.
b.
Dapat mempercepat pekerjaan.
c.
Menjalin silaturahmi yang erat karena adanya sikap saling
membantu.
d.
Terciptanya kerukunan antar anggota masyarakat.
D.
Akhlak
Tercela kepada sesama
1.
Hasad
a.
Pengertian hasad
Hasad
berasal dari bahasa Arab “hasadun” yaitu rasa iri hati atau rasa tidak
senang terhadap orang lain yang mendapatkan keuntungan atau kesenangan dengan
cara melakukan reaksi atau tindakan yang merugikan orang lain tersebut. Sifat
hasad atau iri hati ini merupakan penyakit rohani yang apabila tidak disadari
dan diwaspadai akan menghabiskan kebaikan yang kita miliki. Apabila rasa iri
hati ini tidak dapat dikendalikan lagi, maka muncullah perbuatan yang buruk
yakni dengki.
b.
Dalil tentang larangan
bersifat hasad
Sifat
hasad merupakan sifat yang sangat tercela dalam Islam serta membahayakan dalam
pergaulan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu Allah melarang kepada umat Islam
mempunyai sifat hasad tersebut. Dalam Q.S An-Nisa ayat 32:
wur (#öq¨YyJtGs? $tB @Òsù ª!$# ¾ÏmÎ/ öNä3Ò÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ 4 É…
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain..”. (Q.S An-Nisa: 32)
c. Dampak
negatif perbuatan hasad
Setiap
akhlak tercela pasti mempunyai dampak negatif baik bagi dirinya maupun orang
muslim lainnya. Diantara dampak negatif dari hasad antara lain:
1) Bagi
dirinya
a) Menghapus
semua pahala atau amal kebaikan yang telah dikerjakan.
b) Mengalami
tekanan bathin, karena setiap melihat orang lain mendapat kenikmatan dirinya
tidak senang.
c) Menjatuhkan
harkat dan martabat dihadapan Allah dan manusia..
d) Tidak
tenang jiwanya, karena mereka tidak pernah puas terhadap apa yang dimiliki.
2) Bagi
orang lain
a) Menimbulkan
rasa kekecewaan pada orang lain.
b) Terciptanya
suasana hidup dalam masyarakat yang tidak harmonis.
c) Terputusnya
tali silaturahmi dalam hidup bermasyarakat.
d) Mempersempit
rizqi karena terputusnya tali silaturahmi.
d. Perilaku
menghindari hasad
Diantara perilaku
menghindari hasad yaitu:
1) Senantiasa
bersyukur atas nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepadanya.
2) Senang
bergaul dengan orang-orang sholih.
3) Membiasakan
diri ikut senang apabila ada tetangganya mendapat kenikmatan.
2. Dendam
a. Pengertian
dendam
Dendam
adalah perasaan marah yang ada pada diri seseorang dan dia tidak berusaha untuk
memaafkan orang lain, tetapi menuggu kesempatan untuk membalasnya. Jadi
seseorang ingin membalas rasa sakit hatinya kepada orang yang dirasakan
menyakitinya. Sikap pendendam ini sangat tercela dan berbahaya, baik bagi
dirinya maupun orang lain.
b. Dalil
tentang anjuran bersabar, tidak pendendam
Dalam Q.S An-Nur ayat 22:
( (#qàÿ÷èuø9ur (#þqßsxÿóÁuø9ur 3 wr& tbq7ÏtéB br& tÏÿøót ª!$# óOä3s9 3 ª!$#ur Öqàÿxî îLìÏm§ ÇËËÈ
Artinya:
“Dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S
An-Nur: 22)
c.
Akibat
sifat dendam
1)
Menimbulkan
kegelisahan diantara warga masyarakat.
2)
Orang
yang pendendam hati atau jiwanya tidak pernah tenteram dan selalu gelisah,
karena selalu diliputi rasa untuk membalas.
3)
Terputusnya
hubungan persaudaraan.
d.
Perilaku
menghindari dendam
1)
Menanamkan
kesabaran dalam menghadapi sesuatu yang mengecewakan hati.
2)
Melatih
diri untuk memaafkan kesalahan yang diperbuat orang lain pada dirinya.
3)
Membiasakan
dirinya bersikap lapang dada.
3.
Ghibah
dan Fitnah
a.
Pengertian
ghibah dan fitnah
Ghibah yaitu membicarakan aib atau kejelekan orang lain dengan
tujuan untuk menjatuhkan nama baiknya. Sedang yang dimaksud fitnah adalah
membicarakan atau menyebarkan berita tentang seseorang yang tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada.
b.
Dalil
tentang larangan ghibah dan fitnah
Dalam Q.S Al-Hujurat
ayat 12:
wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 …
Artinya:
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”
(Q.S Al-Hujurat: 12)
c.
Dampak
negatif ghibah dan fitnah
1)
Ghibah
a)
Menjatuhkan
nama baik orang yang digunjing.
b)
Terputusnya
hubungan persaudaraan antara yang digunjing dengan masyarakat sekitarnya.
c)
Terjadinya
pertikaian apabila orang yang digunjing mengerti.
2)
Fitnah
a)
Timbulnya
sikap saling curiga-mencurigai agar anggota masyarakat, sehingga tidak terjadi
keharmonisan dalam hidup bermasyakat.
b)
Timbulnya
perpecahan diantara kelompok masyarakat dalam hidup bermasyarakat.
c)
Perilaku
fitnah mendapat dosa lebih besar daripada pembunuhan. Allah SWT berfirman dalam
Q.S Al-Baqarah ayat 191:
èpuZ÷FÏÿø9$#ur x©r& z`ÏB È@÷Gs)ø9$# 4…
Artinya: “Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan.”
(Q.S Al-Baqarah: 191)
d.
Perilaku
menghindari ghibah dan fitnah
1)
Menyadari
bahwa setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan.
2)
Melakukan
evaluasi terhadap dirinya sendiri tentang kesalahan-kesalahan yang diperbuat.
3)
Selalu
ingat dengan kebaikan orang lain.
4)
Tidak
mudah mempercayai berita yang tidak jelas.
4.
Namimah
a.
Pengertian
namimah
Namimah menurut bahasa artinya mengadu domba. Sedang menurut
istilah namimah artinya memindahkan ucapan seseorang kepada orang lain dengan
maksud untuk merusak hubungan diantara keduanya. Orang yang suka mengadu domba
disebut dengan Al-Qatlat (tukang adu domba). Istilah sekarang orang suka
mengadu domba disebut dengan provokator. Umat Islam wajib untuk menghindari
dari sifat namimah.
Ciri-ciri
perbuatan namimah, yaitu:
1)
Perbuatan
tersebut merusak hubungan antara dua orang atau lebih.
2)
Untuk
membocorkan aib atau rahasia orang lain.
3)
Menjatuhkan
nama baik seseorang dimata orang lain.
4)
Cerita
yang diunsurkan mengandung unsur kebohongan.
5)
Menyakiti
hati orang yang dijadikan obyek pembicaraan.
b.
Dalil
tentang larangan namimah
Q.S Al-Hujurat
ayat 6:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa
suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S Al-Hujurat : 6)
c.
Dampak
negatif namimah
Diantara dampak dari perbuatan namimah yaitu:
1)
Dapat
menimbulkan kerusuhan dan permusuhan dalam kehidupan masyarakat.
2)
Menimbulkan
rasa kebencian antara kedua belah pihak yang diadu domba.
3)
Merusak
dan menyakiti hati orang lain.
4)
Dapat
menjatuhkan nama baik seseorang.
d.
Perilaku
menghindari namimah
Cara untuk
menghindari diri dari sifat namimah, diantaranya yaitu:
1)
Tidak
langsung membenarkan atau mempercayai setiap berita yang diterima yang belum
diketahui kebenarannya.
2)
Melakukan
tayabun (meneliti kebenaran) dari berita yang diterima yang belum
benar-benar mempercayainya.
3)
Membenci
sifat namimah.
4)
Tidak
mencari-cari kesalahan orang lain.
Allah berfirman
dalam Q.S Al-Hujurat ayat 12
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB …
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.”
(Q.S Al-Hujurat: 12)[3]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Rasul
menurut bahasa adalah utusan sedang menurut istilah ialah orang yang menerima
wahyu dari Allah yang berkenaan dengan syari’at agama tertentu dan ditugaskan untuk
menyampaikan apa yang diterimanya kepada umatnya.
2. Mu’jizat
menurut bahasa artinya membuat sesuatu menjadi tidak mampu atau sesuatu yang
luar biasa. Sedang menurut istilah mu’jizat adalah suatu kejadian yang luar
biasa yang diberikan oleh Alloh kepada seorang nabi atau rasul untuk melemahkan
segala usaha dan alasan orang kafir.
3.
Agama islam mengajarkan kepada umatnya agar
mempuyai akhlak yang terpuji, baik terhadap Allah, sesama manusia ataupun terhadap
sesama makhluk. Adapun akhlak-akhlak terpuji antara lain:
a. Husnudzon.
b. Tawadhu’
c. Tasamuh
d. Ta’awun
4.
Diantara akhlak
tercela yaitu:
a.
Hasad
b.
Dendam
c.
Ghibah
dan fitnah
d.
Namimah
DAFTAR PUSTAKA
Al-Iqbal, Team. Aqidah Akhlak kelas VIII semester gasal. Solo: Indonesia
Jaya, 2007.
Arifin, Faqih. Aqidah Akhlak untuk SMP kelas 8. Sidoarjo:
Al-Maktabah, 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar