PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA ORDE REFORMASI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia”
Disusun
oleh:
Kelompok
10
1.
Lutfa Nihayati (210315123)
2.
Siti Nurjanah (210315140)
Kelas:
TB.D (semester 3)
Dosen
Pengampu:
Kharisul Wathoni M.Pd.I.
FAKULTAS
TARBIYAH
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
PONOROGO
OKTOBER
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Reformasi Indonesia diawali ketika mantan presiden
Soeharto membaca “Surat Pengunduran” dirinya pada tanggal 21 Mei 1998, yang
sebelumnya diawali dengan terjadinya krisis ekonomi. Meskipun bermula dari
krisis ekonomi, namun tuntutan reformasi itu bukan hanya sebatas di bidang
ekonomi saja, tetapi lebih utama lagi reformasi di bidang politik, karena
masalah ekonomi itu bertali temali dengan masalah politik. Kehidupan ekonomi
suatu neg ara akan mempengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan
dalam dunia pendidikan, salah satunya mengenai pendidikan agama islam.
Gerakan reformasi yang bergulir di tanah air kita
saaat ini sedang berada pada sebuah fase atau tahapan paling krusial yang akan
menentukan apakah ia akan benar-benar menghasilkan sebuah perubahan fundamental
dan menyeluruh dalam tata kehidupan politik, ekonomi, hukum dan sosial serta
Pendidikan Agama Islam atau sebaliknya.
Dalam makalah ini, kami akan memberikan suatu uraian
penjelasan yang membahas mengenai pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
Indonesia pada masa reformasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pendidikan islam pada masa orde reformasi?
2. Apa
saja konsep pendidikan islam pada masa orde reformasi?
3. Bagaimana
sistem pendidikan islam pada masa orde reformasi?
4. Bagaimana
regulasi undang-undang pendidikan pada masa orde reformasi?
5. Bagaimana
pendidikan agama islam di Sekolah?
BAB
II
PENDIDIKAN
ISLAM MASA ORDE REFORMASI
A. Pendidikan Islam
pada Masa Orde Reformasi
Secara harfiah, reformasi adalah membentuk atau menata
kembali, yaitu mengatur dan menertibkan sesuatu yang kacau balau, yang di
dalamnya terdapat kegiatan menambah,
mengganti, mengurangi, dan memperbarui. Adapun dalam arti yang lazim digunakan
di Indonesia, era reformasi adalah masa pemerintahan yang dimulai setelah
jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan masa yang
sudah tidak terbendung lagi. Sejak tahun itu sampai sekarang.[1]
Pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto menyakan
mundur dan menyerahkan kepemimpinan nasional kepada BJ. Habibie sikap ini
diambil oleh Soeharto setelah tekanan tdan tututan reformasi dan subsesi
semakin kuat. Gelombang demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa dan di
dukung oleh kekuatan-kekuatan social yang lain terus terjadi dan semakin tidak
terkendali bahkan tidak jarang mengarah kepada kerusuhan masal yang mengerikan.
Peristiwa lengsernya Soeharto yang telah berkuasa
selama kurang lebih 33 tahun itu di sambut dengan eurofia politik yang luar
biasa oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan lebih dari itu peristiwa
ini juga telah mengubah persepsi politik masyarakat Indonesia setelah selama
tiga dasawarsa tertekan secara sistematis oleh kebijakan represis.
Untuk memenuhi tuntutan reformasi yang selalu di dengungkan
oleh berbagai kekuatan yang ada. Pada awal pemerintahannya Habibie melakukan
kebijakan dan tindakan popular guna untuk melegitimasi kepemimpinannya. Apa
yang dilakukan oleh Habibie pada awal pemerintahannya ini mendapat respon
positif dari masyarakat.[2]
B. Konsep Pendidikan
Islam pada Masa Reformasi
Secara politik, orde baru berakhir dan digantikan oleh
rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan”. Walaupun demikian,
sebagian besar roh orde reformasi masih tetap berasal dari rezim orde baru,
tetapi ada sedikit perubahan berupa adanya kebebasan pers dan multipartai.
Dalam bidang pendidikan, kabinet reformasi hanya
melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang telah dimulai tahun 1994 dan
melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis.
Ketika terjadi krisis berkepanjangan, beban pemerintah
menjadi sangat berat sehingga harus memangkas program, termasuk program
penyetaraan guru-guru dan menoleransi terjadinya kemunduran penyeleseian
program wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat
sehubungan dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan menurunnya
jumlah masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami
kemunduran.
Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan
pemerintah dalam sektor pendidikan belum terpenuhi secara maksimal adalah
sebagai berikut:
1. Distribusi
pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan
yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah
kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya
sektor industri yang membengkak.
4. Perubahan-perubahan
sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib.
Semua itu disebabkan tidak terpenuhinya beberapa
tujuan pemerintah dalam menjalankan pembangunan di sektor pendidikan agama,
khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan, apalagi jika dibiarkan
begitu saja tanpa upaya retrospeksi atas kegagalan tersebut.[3]
Menurut H.M. Yusuf Hasyim, mengungkapkan besarnya
pendidikan islam di Indonesia hanya dengan menunjukan salah satu sampelnya,
yaitu pesantren. Secara khusus pendidikan islam bertanggung jawab terhadap
kelangsungna tradisi ke islaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik
pandang ini, pendidikan islam secara inspiratif memilih model yang dirasakan
mendukung secara penuh tujuan dan proses pendidikan manusia, yaitu membentuk
manusia mukmin yang sejati, memiliki kualitas moral dan intelektual.[4]
Saat ini banyak pensantren dan madrasah yang modern
dengan mengacu pada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro
pendidikan nasional Indonesia. Oleh sebab itu, pendidikan pesantren akan
memadukan produk santri untuk memiliki lulusannya agar memiliki tiga tipe
lulusan berikut:
1. Religious
skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi
tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, dan iman yang tangguh.
2. Religious
community leader, yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas,
dan mandiri akan menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi sosial dan
budaya serta mampu melakukan pengendalian sosial.
3. Religious
intelektual yaitu mempunyai integritas kukuh serta
cakap melakukan analisis ilmiyah dan concern
terhadap masalah-masalah ilmiyah.
C. Sistem Pendidikan
Islam pada Masa Reformasi
Jika dilihat dari sistem pendidikan pada masa
reformasi, kebijakan program pendidikan nasional perlu dijabarkan secara
operasional dengan menata kembali kondisi pendidikan nasional kita, yaitu perlu
ditempuh berbagai langkah pada bidang manajemen, perencanaan, sampai pada
pendidikan ditingkat mikro.[5]
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa
transformasi. Masa reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin
mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Eurofia demokrasi sedang
marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah-tengah eurofia demokrasi ini
lahirlah berbagai jenis pendapat pandangan, konsep yang tidak jarang yang satu
bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk
masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.
Hal ini merupakan salah satu ciri masyarakat demokrasi
yaitu lahirnya berbagai jenis pendapat sebagai pernyataan manusia untuk
memenuhi hak-hak asasinya untuk berekspresi.
Melihat maraknya tuntutan yang terjadi dalam
masyarakat khususnya tuntutan dalam pendidikan semakin lama semakin diperlukan,
mengingat pendidikan merupakan salah satu tuntutan konstitusi mengatakan bahwa
tujuan membangun negara ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun
masyarakat Indonesia seutuhnya berlandaskan Ideologi bangsa.
Dengan demikian, untuk mereformasi pendidikan nasional
khususnya pendidikan islam, maka perlu adanya visi yang sesuai dengan
konstitusi yakni mewujudkan suatu masyarakat demokrasi, masyarakat yang
menghargai hak-hak asasi manusia dan mengembangkan tanggung jawab anggota
masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.
Dalam melaksanakan reformasi pendidikan, diperlukan
suatu perubahan paradigma pendidikan nasional, diantaranya yaitu:
1. Pendidikan
dari, oleh, dan bersama-sama masyarakat. Yaitu pendidikan haruslah memberikan
jawaban kebutuhan dari masyarakat sendiri.
2. Pendidikan
didasarkan pada kebudayaan yang bertumpu pada kebudayaan lokal. Unsur
kebudayaan lokal tersebut dikaji dan dikembangkan supaya dapat memberikan
sumbangan bagi terwujudnya kebudayaan nasional.
3. Proses
pendidikan mencakup proses humanisasi dan harmonisasi. Yaitu mengembangkan
manusia sebagai makhluk hidup yang mandiri dan berdiri sendiri dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya serta bertanggung jawab terhadap dirinya dan kesejahteraan masyarakat
lingkungannya.
4. Pendidikan
demokrasi, mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Kebebasan
politik.
b. Kebebasan
Intelektual.
c. Kesempatan
untuk bersaing.
d. Pendidikan
yang mengembangkan kepatuhan moral kepada kepentingan bersama dan bukan kepada
kepentingan sendiri atau golongan.
e. Mengakui
hak berbeda.
f.
Menumbuhkan
kepercayaan kepada manusia yang mempunyai kemampuan untuk membina masyarakat
yang lebih baik pada masa yang akan datang.
5. Kelembagaan
pendidikan, yaitu sebagai suatu pranata sosial haruslah menjiwai unsur
kebersamaan tanpa ada makna membatasi intelektual dan moral peserta didik.
6. Desentralisasi
manajemen pendidikan, yaitu menghilangkan cara-cara sentralistik dalam dunia
pendidikan atau campur tangan birokrasi secara berlebihan sehingga kebebasan
dalam memacu intelektual dapat terekspresikan.
Dengan paradigma seperti tersebut di atas, maka ada
beberapa strategi pendidikan dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera antara
lain:
1. Pendidikan
pranata sosial, yaitu pendidikan keluarga dan sekolah harus dijadikan pusat
pengembangan kebudayaan daerah dan nasional.
2. Visi
pendidikan berakarkan dari kebudayaan nasional, yaitu perlu penjabaran yang
rinci dalam semua pendidikan.
3. Prinsip
Ideologi, yaitu semua perilaku pendidikan merupakan cerminan dari ideologi
bangsa.
4. Menghidupkan
dan mengembangkan tata cara hidup demokrasi dalam pendidikan.[6]
Menurut Abu Dinata, kebijakan-kebijakan yang mencakup
kebijakan pengembangan pendidikan islam pada masa reformasi:
1. Kebijakan
tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional.
2. Kebijakan
tentang peningkatan anggaran pendidikan.
3. Program
wajib belajar 9 tahun.
4. Penyelenggaraan
sekolah atau madrasah bertaraf nasional.
5. Kebijakan
sertifikasi bagi guru dan dosen.
6. Pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi.
7. Pengembangan
pendekatan pembelajaran tidak berpusat pada guru.[7]
D.
Regulasi
Undang-Undang Kependidikan
Pada masa reformasi, pemerintah RI telah mengeluarkan
sebuah Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Dimana UU ini merupakan
pengganti dari UU sebelumnya yaitu UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu diganti serta
disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Setelah dikeluarkannya UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun
2003, maka kemudian disusul oleh UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dimana dalam UU ini profesi Guru dan Dosen baik di Lembaga pendidikan keagamaan
maupun umum mendapatkan apresiasi yang tinggi baik dari sisi penjaminan hak dan
perlindungan terutama penghasilan yang mereka dapatkan antara lain:
1. Memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan kehidupan minimum.
2. Memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan kekayaan intelektual dan lain-lain.
Bahwasanya UU No.20
Tahun 2003 menimbang:
a.
Bahwa pembukaan UUD negara RI tahun 1945 mengamanatkan
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksankan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b.
Bahwa UUD negara RI tahun 1945 mengamanatkan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak
mulia dalam bangsa yang diatur dengan Undang-undang.
c.
Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan
efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapai tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
d.
Bahwa UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar
sesuai dengan amanat perubahan UUD Negara RI Tahun 1945.
e.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, b, c, dan d perlu membentuk undang-undang sistem pendidikan nasional.
Namun hal ini akan
diberlakukan setelah guru maupun dosen telah melewati proses sertifikasi dan
jika telah memenuhi kualifikasi pendidikan tertentu sesuai dengan jenjang pendidikan di mana mereka mengabdikan dirinya.
Pada perkembangan berikutnya, dikeluarkannya UU RI
Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Adapun yang spesifik berkaitan
dengan penyelenggaraan pendidikan agama adalah bahwa kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia,
dilaksanakan melalui kegiatan agama, kewarganegaraan, estetika, jasmani,
olahraga, dan kesehatan.
Dari UU di atas, dapat disimpulkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan agama islam khususnya telah dirancang sedemikian
rupa agar ia dapat menjadi sebuah mata pelajaran yang “membumi” bahkan bukan
saja tugas seorang guru agama, namun guru umum juga ikut bertanggung-jawab atas
terselenggaranya pendidikan agama yang baik. Di samping itu usaha untuk
menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor nampak menonjol dalam
Standar Pendidikan Nasional ini.
E.
Pendidikan
Agama Islam di Sekolah
Dalam rancangan kurikulum PAI di Sekolah telah
diuraikan secara rinci tentang kemampuan dasar lulusannya sebagai berikut:
1. Kemampuan
dasar untuk tingkat SLTP adalah landasan iman yang benar, siswa mampu:
a. Membaca
Al-Qur’an, menulis dan memahami terjemahan ayat-ayat pilihan.
b. Mengetahui,
memahami dan meyakini unsur-unsur keimanan.
c. Memahami
sejarah nabi Muhammad SAW dan perkembangan agama islam.
d. Memahami
fikih ibadah, muamalah, munakahat, dan jinayat.
e. Melaksanakan
ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
f.
Berbudi pekerti
luhur.
2. Sedangkan
kemampuan dasar lulusan SMU adalah siswa mampu:
a. Membaca
Al-Qur’an, memahami dan menghayati beberapaa ayat pilihan.
b. Berbudi
pekerti luhur/ berakhlak mulia.
c. Memiliki
pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap fikih islam.
d. Melaksanakan
ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
e. Mampu
menyampaikan khutbah/ ceramah agama islam.
f.
Memahami dan mampu
mengambil manfaat tarikh islam.
Ada beberapa kelemahan pendidikan agama islam di
Sekolah antara lain sebagai berikut:
1. Pendekatan
masih cenderung normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma yang
seringkali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya sehingga peserta didik kurang
menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
2. Kurikulum
pendidikan agama islam yang dirancang di Sekolah sebenarnya lebih menawarkan
minimum kompetensi, tetapi pihak guru PAI seringkali terpaku padanya sehingga
semangat memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi.
3. Sebagai
dampak yang menyertai situasi tersebut di atas, maka guru PAI kurang berupaya
menggali berbagai metode yang mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama
sehingga pelaksanaan pembelajaran cenderung menonton.
4. Keterbatasan
sarana/prasarana, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan
agama yang diklaim sebagai aspek yang penting, seringkali kurang diberi
prioritas dalam urusan fasilitas.[8]
BAB
III
KESIMPULAN
1. Pendidikan
Islam pada Masa Orde Reformasi.
Reformasi adalah
membentuk atau menata kembali, yaitu mengatur dan menertibkan sesuatu yang
kacau balau, yang di dalamnya terdapat kegiatan
menambah, mengganti, mengurangi, dan memperbarui. Adapun dalam arti yang
lazim digunakan di Indonesia, era reformasi adalah masa pemerintahan yang
dimulai setelah jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, oleh sebuah
gerakan masa yang sudah tidak terbendung lagi. Sejak tahun itu sampai sekarang.
Pada tanggal 21 Mei 1998,
presiden Soeharto menyakan mundur dan menyerahkan kepemimpinan nasional kepada
BJ. Habibie sikap ini diambil oleh Soeharto setelah tekanan tdan tututan
reformasi dan subsesi semakin kuat. Gelombang demonstrasi yang dipelopori oleh
mahasiswa dan di dukung oleh kekuatan-kekuatan sosial yang lain terus terjadi
dan semakin tidak terkendali bahkan tidak jarang mengarah kepada kerusuhan
masal yang mengerikan.
2. Konsep
Pendidikan Islam pada Masa Orde Reformasi.
Dalam bidang pendidikan,
kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang telah
dimulai tahun 1994 dan melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih
demokratis.
3. Sistem
Pendidikan Islam pada Masa Orde Reformasi.
Kebijakan program
pendidikan nasional perlu dijabarkan secara operasional dengan menata kembali
kondisi pendidikan nasional kita, yaitu perlu ditempuh berbagai langkah pada
bidang manajemen, perencanaan, sampai pada pendidikan ditingkat mikro.
4. Regulasi
Undang-undang Pendidikan pada Masa Orde Reformasi.
Penyelenggaraan
pendidikan agama islam khususnya telah dirancang sedemikian rupa agar ia dapat
menjadi sebuah mata pelajaran yang “membumi” bahkan bukan saja tugas seorang
guru agama, namun guru umum juga ikut bertanggung-jawab atas terselenggaranya
pendidikan agama yang baik. Di samping itu usaha untuk menyeimbangkan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor nampak menonjol dalam Standar Pendidikan
Nasional ini.
5. Pendidikan
Agama Islam di Sekolah.
a. Kemampuan
dasar untuk tingkat SLTP:
1) Membaca
Al-Qur’an, menulis dan memahami terjemahan ayat-ayat pilihan.
2) Mengetahui,
memahami dan meyakini unsur-unsur keimanan.
3) Memahami
sejarah nabi Muhammad SAW dan perkembangan agama islam.
b. Kemampuan
dasar untuk tingkat SMU:
1) Membaca
Al-Qur’an, memahami dan menghayati beberapaa ayat pilihan.
2) Berbudi
pekerti luhur.
3) Memiliki
pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap fikih islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Ansary, Tamim. Sejarah Dunia Versi Islam. Jakarta: Zaman, 2009.
Azra, Azyumardi. Reformis Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Effendi,
Nuha. Sejarah Peradaban Islam di
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka, 2006.
Khodir, Abdul. Sejarah
Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Wathoni, Kharisul. Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. Ponorogo: Stain Po pres, 2011.
[1] Abdul Khodir, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 225-227.
[2]
Nuha Effendi, Sejarah Peradaban Islam di
Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), 276-277.
[3] Azyumardi Azra, Reformis Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1999), 3.
[4] Abdul khodir, Sejarah Pendidikan Islam, 228.
[5] Tamim Ansary, Sejarah Dunia Versi Islam, (Jakarta: Zaman, 2009), 397.
[6] Kharisul Wathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, (ponorogo: Stain Po pres, 2011), 91-94.
[7] Abdul khodir, Sejarah Pendidikan Islam, 228-231.
[8] Kharisul wathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia, 94-98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar