Kamis, 28 Juni 2018

Materi PAI (Pendidikan Islam Pada Masa Orde Reformasi)



PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE REFORMASI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
   

 
Disusun oleh:
Kelompok 10
1.      Lutfa Nihayati                   (210315123)
2.      Siti Nurjanah                     (210315140)
Kelas:
TB.D (semester 3)
Dosen Pengampu:
Kharisul Wathoni M.Pd.I.

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
OKTOBER 2016




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Reformasi Indonesia diawali ketika mantan presiden Soeharto membaca “Surat Pengunduran” dirinya pada tanggal 21 Mei 1998, yang sebelumnya diawali dengan terjadinya krisis ekonomi. Meskipun bermula dari krisis ekonomi, namun tuntutan reformasi itu bukan hanya sebatas di bidang ekonomi saja, tetapi lebih utama lagi reformasi di bidang politik, karena masalah ekonomi itu bertali temali dengan masalah politik. Kehidupan ekonomi suatu neg ara akan mempengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan dalam dunia pendidikan, salah satunya mengenai pendidikan agama islam.
Gerakan reformasi yang bergulir di tanah air kita saaat ini sedang berada pada sebuah fase atau tahapan paling krusial yang akan menentukan apakah ia akan benar-benar menghasilkan sebuah perubahan fundamental dan menyeluruh dalam tata kehidupan politik, ekonomi, hukum dan sosial serta Pendidikan Agama Islam atau sebaliknya.
Dalam makalah ini, kami akan memberikan suatu uraian penjelasan yang membahas mengenai pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Indonesia pada masa reformasi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendidikan islam pada masa orde reformasi?
2.      Apa saja konsep pendidikan islam pada masa orde reformasi?
3.      Bagaimana sistem pendidikan islam pada masa orde reformasi?
4.      Bagaimana regulasi undang-undang pendidikan pada masa orde reformasi?
5.      Bagaimana pendidikan agama islam di Sekolah?

BAB II
PENDIDIKAN ISLAM MASA ORDE REFORMASI
A.    Pendidikan Islam pada Masa Orde Reformasi
Secara harfiah, reformasi adalah membentuk atau menata kembali, yaitu mengatur dan menertibkan sesuatu yang kacau balau, yang di dalamnya terdapat kegiatan  menambah, mengganti, mengurangi, dan memperbarui. Adapun dalam arti yang lazim digunakan di Indonesia, era reformasi adalah masa pemerintahan yang dimulai setelah jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan masa yang sudah tidak terbendung lagi. Sejak tahun itu sampai sekarang.[1]
Pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto menyakan mundur dan menyerahkan kepemimpinan nasional kepada BJ. Habibie sikap ini diambil oleh Soeharto setelah tekanan tdan tututan reformasi dan subsesi semakin kuat. Gelombang demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa dan di dukung oleh kekuatan-kekuatan social yang lain terus terjadi dan semakin tidak terkendali bahkan tidak jarang mengarah kepada kerusuhan masal yang mengerikan.
Peristiwa lengsernya Soeharto yang telah berkuasa selama kurang lebih 33 tahun itu di sambut dengan eurofia politik yang luar biasa oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan lebih dari itu peristiwa ini juga telah mengubah persepsi politik masyarakat Indonesia setelah selama tiga dasawarsa tertekan secara sistematis oleh kebijakan represis.
Untuk memenuhi tuntutan reformasi yang selalu di dengungkan oleh berbagai kekuatan yang ada. Pada awal pemerintahannya Habibie melakukan kebijakan dan tindakan popular guna untuk melegitimasi kepemimpinannya. Apa yang dilakukan oleh Habibie pada awal pemerintahannya ini mendapat respon positif dari masyarakat.[2]
B.     Konsep Pendidikan Islam pada Masa Reformasi
Secara politik, orde baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan”. Walaupun demikian, sebagian besar roh orde reformasi masih tetap berasal dari rezim orde baru, tetapi ada sedikit perubahan berupa adanya kebebasan pers dan multipartai.
Dalam bidang pendidikan, kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang telah dimulai tahun 1994 dan melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis.
Ketika terjadi krisis berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat berat sehingga harus memangkas program, termasuk program penyetaraan guru-guru dan menoleransi terjadinya kemunduran penyeleseian program wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan menurunnya jumlah masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran.
Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belum terpenuhi secara maksimal adalah sebagai berikut:
1.      Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2.      Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3.      Munculnya sektor industri yang membengkak.
4.      Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib.
Semua itu disebabkan tidak terpenuhinya beberapa tujuan pemerintah dalam menjalankan pembangunan di sektor pendidikan agama, khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan, apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya retrospeksi atas kegagalan tersebut.[3]
Menurut H.M. Yusuf Hasyim, mengungkapkan besarnya pendidikan islam di Indonesia hanya dengan menunjukan salah satu sampelnya, yaitu pesantren. Secara khusus pendidikan islam bertanggung jawab terhadap kelangsungna tradisi ke islaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini, pendidikan islam secara inspiratif memilih model yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan proses pendidikan manusia, yaitu membentuk manusia mukmin yang sejati, memiliki kualitas moral dan intelektual.[4]
Saat ini banyak pensantren dan madrasah yang modern dengan mengacu pada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro pendidikan nasional Indonesia. Oleh sebab itu, pendidikan pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki lulusannya agar memiliki tiga tipe lulusan berikut:
1.      Religious skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, dan iman yang tangguh.
2.      Religious community leader, yaitu insan Indonesia yang ikhlas, cerdas, dan mandiri akan menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi sosial dan budaya serta mampu melakukan pengendalian sosial.
3.      Religious intelektual yaitu mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisis ilmiyah dan concern terhadap masalah-masalah ilmiyah.
C.     Sistem Pendidikan Islam pada Masa Reformasi
Jika dilihat dari sistem pendidikan pada masa reformasi, kebijakan program pendidikan nasional perlu dijabarkan secara operasional dengan menata kembali kondisi pendidikan nasional kita, yaitu perlu ditempuh berbagai langkah pada bidang manajemen, perencanaan, sampai pada pendidikan ditingkat mikro.[5]
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa transformasi. Masa reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Eurofia demokrasi sedang marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah-tengah eurofia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat pandangan, konsep yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.
Hal ini merupakan salah satu ciri masyarakat demokrasi yaitu lahirnya berbagai jenis pendapat sebagai pernyataan manusia untuk memenuhi hak-hak asasinya untuk berekspresi.
Melihat maraknya tuntutan yang terjadi dalam masyarakat khususnya tuntutan dalam pendidikan semakin lama semakin diperlukan, mengingat pendidikan merupakan salah satu tuntutan konstitusi mengatakan bahwa tujuan membangun negara ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun masyarakat Indonesia seutuhnya berlandaskan Ideologi bangsa.
Dengan demikian, untuk mereformasi pendidikan nasional khususnya pendidikan islam, maka perlu adanya visi yang sesuai dengan konstitusi yakni mewujudkan suatu masyarakat demokrasi, masyarakat yang menghargai hak-hak asasi manusia dan mengembangkan tanggung jawab anggota masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan.
Dalam melaksanakan reformasi pendidikan, diperlukan suatu perubahan paradigma pendidikan nasional, diantaranya yaitu:
1.      Pendidikan dari, oleh, dan bersama-sama masyarakat. Yaitu pendidikan haruslah memberikan jawaban kebutuhan dari masyarakat sendiri.
2.      Pendidikan didasarkan pada kebudayaan yang bertumpu pada kebudayaan lokal. Unsur kebudayaan lokal tersebut dikaji dan dikembangkan supaya dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya kebudayaan nasional.
3.      Proses pendidikan mencakup proses humanisasi dan harmonisasi. Yaitu mengembangkan manusia sebagai makhluk hidup yang mandiri dan berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya serta bertanggung jawab terhadap dirinya dan kesejahteraan masyarakat lingkungannya.
4.      Pendidikan demokrasi, mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Kebebasan politik.
b.      Kebebasan Intelektual.
c.       Kesempatan untuk bersaing.
d.      Pendidikan yang mengembangkan kepatuhan moral kepada kepentingan bersama dan bukan kepada kepentingan sendiri atau golongan.
e.       Mengakui hak berbeda.
f.        Menumbuhkan kepercayaan kepada manusia yang mempunyai kemampuan untuk membina masyarakat yang lebih baik pada masa yang akan datang.
5.      Kelembagaan pendidikan, yaitu sebagai suatu pranata sosial haruslah menjiwai unsur kebersamaan tanpa ada makna membatasi intelektual dan moral peserta didik.
6.      Desentralisasi manajemen pendidikan, yaitu menghilangkan cara-cara sentralistik dalam dunia pendidikan atau campur tangan birokrasi secara berlebihan sehingga kebebasan dalam memacu intelektual dapat terekspresikan.
Dengan paradigma seperti tersebut di atas, maka ada beberapa strategi pendidikan dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera antara lain:
1.      Pendidikan pranata sosial, yaitu pendidikan keluarga dan sekolah harus dijadikan pusat pengembangan kebudayaan daerah dan nasional.
2.      Visi pendidikan berakarkan dari kebudayaan nasional, yaitu perlu penjabaran yang rinci dalam semua pendidikan.
3.      Prinsip Ideologi, yaitu semua perilaku pendidikan merupakan cerminan dari ideologi bangsa.
4.      Menghidupkan dan mengembangkan tata cara hidup demokrasi dalam pendidikan.[6]
Menurut Abu Dinata, kebijakan-kebijakan yang mencakup kebijakan pengembangan pendidikan islam pada masa reformasi:
1.      Kebijakan tentang pemantapan pendidikan islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
2.      Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan.
3.      Program wajib belajar 9 tahun.
4.      Penyelenggaraan sekolah atau madrasah bertaraf nasional.
5.      Kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen.
6.      Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.
7.      Pengembangan pendekatan pembelajaran tidak berpusat pada guru.[7]
D.    Regulasi Undang-Undang Kependidikan
Pada masa reformasi, pemerintah RI telah mengeluarkan sebuah Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Dimana UU ini merupakan pengganti dari UU sebelumnya yaitu UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu diganti serta disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Setelah dikeluarkannya UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, maka kemudian disusul oleh UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dimana dalam UU ini profesi Guru dan Dosen baik di Lembaga pendidikan keagamaan maupun umum mendapatkan apresiasi yang tinggi baik dari sisi penjaminan hak dan perlindungan terutama penghasilan yang mereka dapatkan antara lain:
1.      Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan kehidupan minimum.
2.      Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan kekayaan intelektual dan lain-lain.
Bahwasanya UU No.20 Tahun 2003 menimbang:
a.       Bahwa pembukaan UUD negara RI tahun 1945 mengamanatkan pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b.      Bahwa UUD negara RI tahun 1945 mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam bangsa yang diatur dengan Undang-undang.
c.       Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapai tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
d.      Bahwa UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD Negara RI Tahun 1945.
e.       Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk undang-undang sistem pendidikan nasional.
Namun hal ini akan diberlakukan setelah guru maupun dosen telah melewati proses sertifikasi dan jika telah memenuhi kualifikasi pendidikan tertentu  sesuai dengan jenjang pendidikan  di mana mereka mengabdikan dirinya.
Pada perkembangan berikutnya, dikeluarkannya UU RI Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Adapun yang spesifik berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan agama adalah bahwa kelompok mata pelajaran  agama dan akhlak mulia, dilaksanakan melalui kegiatan agama, kewarganegaraan, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Dari UU di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan agama islam khususnya telah dirancang sedemikian rupa agar ia dapat menjadi sebuah mata pelajaran yang “membumi” bahkan bukan saja tugas seorang guru agama, namun guru umum juga ikut bertanggung-jawab atas terselenggaranya pendidikan agama yang baik. Di samping itu usaha untuk menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor nampak menonjol dalam Standar Pendidikan Nasional ini.
E.     Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Dalam rancangan kurikulum PAI di Sekolah telah diuraikan secara rinci tentang kemampuan dasar lulusannya sebagai berikut:
1.      Kemampuan dasar untuk tingkat SLTP adalah landasan iman yang benar, siswa mampu:
a.       Membaca Al-Qur’an, menulis dan memahami terjemahan ayat-ayat pilihan.
b.      Mengetahui, memahami dan meyakini unsur-unsur keimanan.
c.       Memahami sejarah nabi Muhammad SAW dan perkembangan agama islam.
d.      Memahami fikih ibadah, muamalah, munakahat, dan jinayat.
e.       Melaksanakan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
f.        Berbudi pekerti luhur.
2.      Sedangkan kemampuan dasar lulusan SMU adalah siswa mampu:
a.       Membaca Al-Qur’an, memahami dan menghayati beberapaa ayat pilihan.
b.      Berbudi pekerti luhur/ berakhlak mulia.
c.       Memiliki pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap fikih islam.
d.      Melaksanakan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.
e.       Mampu menyampaikan khutbah/ ceramah agama islam.
f.        Memahami dan mampu mengambil manfaat tarikh islam.
Ada beberapa kelemahan pendidikan agama islam di Sekolah antara lain sebagai berikut:
1.      Pendekatan masih cenderung normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma yang seringkali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
2.      Kurikulum pendidikan agama islam yang dirancang di Sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi, tetapi pihak guru PAI seringkali terpaku padanya sehingga semangat memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi.
3.      Sebagai dampak yang menyertai situasi tersebut di atas, maka guru PAI kurang berupaya menggali berbagai metode yang mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama sehingga pelaksanaan pembelajaran cenderung menonton.
4.      Keterbatasan sarana/prasarana, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan agama yang diklaim sebagai aspek yang penting, seringkali kurang diberi prioritas dalam urusan fasilitas.[8]








BAB III
KESIMPULAN
1.      Pendidikan Islam pada Masa Orde Reformasi.
Reformasi adalah membentuk atau menata kembali, yaitu mengatur dan menertibkan sesuatu yang kacau balau, yang di dalamnya terdapat kegiatan  menambah, mengganti, mengurangi, dan memperbarui. Adapun dalam arti yang lazim digunakan di Indonesia, era reformasi adalah masa pemerintahan yang dimulai setelah jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan masa yang sudah tidak terbendung lagi. Sejak tahun itu sampai sekarang.
Pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto menyakan mundur dan menyerahkan kepemimpinan nasional kepada BJ. Habibie sikap ini diambil oleh Soeharto setelah tekanan tdan tututan reformasi dan subsesi semakin kuat. Gelombang demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa dan di dukung oleh kekuatan-kekuatan sosial yang lain terus terjadi dan semakin tidak terkendali bahkan tidak jarang mengarah kepada kerusuhan masal yang mengerikan.
2.      Konsep Pendidikan Islam pada Masa Orde Reformasi.
Dalam bidang pendidikan, kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang telah dimulai tahun 1994 dan melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis.
3.      Sistem Pendidikan Islam pada Masa Orde Reformasi.
Kebijakan program pendidikan nasional perlu dijabarkan secara operasional dengan menata kembali kondisi pendidikan nasional kita, yaitu perlu ditempuh berbagai langkah pada bidang manajemen, perencanaan, sampai pada pendidikan ditingkat mikro.
4.      Regulasi Undang-undang Pendidikan pada Masa Orde Reformasi.
Penyelenggaraan pendidikan agama islam khususnya telah dirancang sedemikian rupa agar ia dapat menjadi sebuah mata pelajaran yang “membumi” bahkan bukan saja tugas seorang guru agama, namun guru umum juga ikut bertanggung-jawab atas terselenggaranya pendidikan agama yang baik. Di samping itu usaha untuk menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor nampak menonjol dalam Standar Pendidikan Nasional ini.
5.      Pendidikan Agama Islam di Sekolah.
a.       Kemampuan dasar untuk tingkat SLTP:
1)      Membaca Al-Qur’an, menulis dan memahami terjemahan ayat-ayat pilihan.
2)      Mengetahui, memahami dan meyakini unsur-unsur keimanan.
3)      Memahami sejarah nabi Muhammad SAW dan perkembangan agama islam.
b.      Kemampuan dasar untuk tingkat SMU:
1)      Membaca Al-Qur’an, memahami dan menghayati beberapaa ayat pilihan.
2)      Berbudi pekerti luhur.
3)      Memiliki pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap fikih islam.














DAFTAR PUSTAKA
Ansary, Tamim. Sejarah Dunia Versi Islam. Jakarta: Zaman, 2009.
Azra, Azyumardi. Reformis Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.
Effendi, Nuha. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka, 2006.
Khodir, Abdul. Sejarah Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Wathoni, Kharisul. Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Ponorogo: Stain Po pres, 2011.


[1] Abdul Khodir, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 225-227.
[2] Nuha Effendi, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka, 2006), 276-277.
[3] Azyumardi Azra, Reformis Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), 3.
[4] Abdul khodir, Sejarah Pendidikan Islam, 228.
[5] Tamim Ansary, Sejarah Dunia Versi Islam, (Jakarta: Zaman, 2009), 397.
[6] Kharisul Wathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (ponorogo: Stain Po pres, 2011), 91-94.
[7] Abdul khodir, Sejarah Pendidikan Islam, 228-231.
[8] Kharisul wathoni, Dinamika Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,  94-98.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar